Suara.com - Harga minyak dunia membalikkan kerugian di awal sesi dan ditutup relatif stabil pada perdagangan Rabu, di tengah laporan bahwa pemerintah Ukraina, kementerian luar negeri dan layanan keamanan negara terdampak serangan siber baru-baru ini.
Mengutip CNBC, Kamis (24/2/2022) minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, tak berubah menjadi menjadi USD96,86 per barel, setelah menyentuh USD99,50 pada sesi Selasa, level tertinggi sejak September 2014.
Sementara itu, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), ditutup 19 sen lebih tinggi menjadi USD92,10 per barel.
Saham Wall Street tergelincir, Rabu, setelah menyerahkan semua kenaikan di sesi pembukaan karena laporan serangan siber di beberapa situs web milik lembaga pemerintahan Ukraina menambah kekhawatiran tentang meningkatnya ketegangan dengan Rusia.
Baca Juga: Dolar AS Melesat Seiring Berlanjutnya Ketegangan di Ukraina
Ukraina mengumumkan keadaan darurat, Rabu, dan memerintahkan warganya di Rusia untuk melarikan diri, sementara Moskow mulai mengevakuasi kedutaannya di Kyiv dalam tanda-tanda terbaru yang tidak menyenangkan bagi Ukraina yang ketar-ketir terhadap serangan militer Rusia habis-habisan.
Harga juga naik pada sesi Selasa di tengah kekhawatiran bahwa sanksi yang dijatuhkan oleh negara-negara Barat terhadap Rusia, setelah mengirim pasukan menuju dua wilayah yang memisahkan diri di Ukraina timur, dapat mempengaruhi pasokan energi.
Sanksi yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat, Uni Eropa, Inggris, Australia, Kanada, dan Jepang difokuskan pada perbankan dan elite Rusia, sementara Jerman menghentikan sertifikasi pipa gas dari Rusia.
Tetapi Amerika Serikat memperjelas bahwa sanksi yang disetujui dan sanksi yang mungkin dikenakan tidak akan menargetkan aliran minyak dan gas.
Namun, analis memperkirakan harga minyak akan terus melihat dukungan dari krisis Rusia-Ukraina, dengan beberapa negara Barat berjanji untuk menjatuhkan sanksi lebih berat jika Rusia melancarkan invasi penuh.
"Prospek peningkatan konflik di Ukraina bakal menjaga premi risiko geopolitik," kata Stephen Brennock, analis broker PVM Oil.
"Ada risiko bahwa Rusia akan membalas sanksi tersebut dengan mengurangi pengiriman atas kemauannya sendiri," kata analis Commerzbank, Carsten Fritsch.