Suara.com - Harga minyak dunia pada perdagangan akhir pekan lalu bergerak labil, kondisi ini dipengaruhi prospek peningkatan ekspor minyak Iran dan mengurangi kekhawatiran potensi gangguan pasokan akibat krisis Rusia-Ukraina.
Mengutip CNBC, Senin (21/2/2022) harga minyak Brent naik 57 sen atau 0,6 persen ke harga USD93,54 per barel. Sementara minyak West Texas Intermediate (WTI) AS justru turun 69 sen atau 0,75 persen ke level USD91,07 per barel.
Kekhawatiran terhadap kemungkinan gangguan pasokan akibat kehadiran militer Rusia di perbatasan Ukraina telah membatasi kerugian minggu ini.
"Untuk semua pembicaraan tentang perang dan konflik, pelaku pasar tetap tidak yakin. Ini mungkin mengapa premi risiko geopolitik mulai berkurang," kata Stephen Brennock, analis dari PVM Oil.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Ditutup Ambles 2 Persen, Pembicaraan Nuklir Iran Masuk Tahap Akhir
Minyak sempat ke level tertinggi sejak September 2014 pada hari Senin pekan lau. Tetapi prospek pelonggaran sanksi minyak terhadap Iran telah menetapkan harga di jalur untuk penurunan mingguan pertama mereka dalam sembilan minggu.
Brent membukukan kenaikan tipis 0,9 persen dalam kenaikan minggu kesembilan berturut-turut sementara WTI jatuh 1,7 persen minggu ini.
"Namun, kesepakatan yang terbentuk untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir Iran 2015 dengan kekuatan dunia menjabarkan fase langkah bersama untuk membawa kedua belah pihak kembali ke kepatuhan penuh, dan yang utama tidak termasuk keringanan sanksi minyak," kata para diplomat.
Sebelumnya, Iran menaikkan prospek pendapatan negara dari ekspor minyak hingga sepertiga dari rencana anggarannya pada 2023.
Ekspor minyak Iran dalam 12 bulan hingga akhir periode Maret 2023 diprediksi mencapai sekitar 4,84 kuadriliun rial atau setara USD115 miliar (Rp1,65 kuadriliun) berdasarkan nilai tukar pemerintah tetap dan USD17,2 miliar berdasarkan nilai tukar yang tidak diatur.
Baca Juga: Ketegangan Rusia-Ukraina Membuat Harga Minyak Dunia Makin Mahal
Sebelumnya, ekspor minyak dalam rencana anggaran mencapai USD90,17 miliar. Namun, rencana anggaran ini masih memerlukan persetujuan anggota parlemen.