Suara.com - Beredarnya kabar bahwa kartu BPJS Kesehatan menjadi lampiran wajib saat jual-beli tanah dan rumah direspon oleh Kepala Humas BPJS Kesehatan, M Iqbal Anas Ma'ruf.
Menurut Iqbal, aturan yang dikeluarkan oleh Kementerian ATR/BPN merupakan turunan dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. Inpres tersebut mengamanatkan kepada 30 Kementerian/Lembaga termasuk Gubernur, Bupati, Walikota untuk mengambil langkah-langkah strategis yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk melakukan optimalisasi pelaksanaan program JKN.
"Kementerian ATR/BPN bergerak cepat atas Inpres tersebut, jadi perlu diapresiasi," tutur Iqbal ditemui usai Launching Layanan Antrean Online di RS PKU Muhammadiyah Surakarta, Jawa Tengah pada Jumat, (18/2/2022) malam.
Iqbal berpendapat, ketentuan yang mewajibkan syarat BPJS Kesehatan untuk jual beli tanah dan rumah tidak bermaksud untuk mempersulit masyarakat. Sebab, jika dilihat secara keseluruhan, seluruh masyarakat Indonesia wajib memiliki Jaminan Kesehatan. Ini sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Dengan begitu, langkah Kementerian ATR/BPN yang mensyaratkan kartu peserta BPJS Kesehatan sebagai salah satu syarat jual beli tanah sudahlah tepat.
"Kalau kita lihat dari sisi positif, tentu ini baik, karena dapat menguatkan Program Jaminan Kesehatan Nasional," imbuhnya.
Lebih jauh Iqbal mengatakan, aturan yang dikeluarkan oleh Kementerian ATR/BPN ini dapat meningkatkan jumlah kepesertaan, khususnya kalangan menengah ke atas yang belum terdaftar BPJS Kesehatan.
"Yang sering terjadi, seolah-olah program BPJS Kesehatan ini hanya untuk orang miskin. Padahal kalau miskin, yang bayar itu negara. Ini adalah program bersama, tidak peduli dia kaya atau miskin. Karena kesetaraan yang menjadi poin penting dalam program ini. Jangan sampai, orang miskin tidak mampu mengakses layanan karena tidak adanya gotong royong bersama warga negara," urai Iqbal.
Oleh karena itu, aturan ini diharapkan tetap dijalankan karena merupakan bagian dari kewajiban negara dalam melindungi warganya. Sehingga, dengan dilaksanakannya aturan ini tentu akan sangat membantu dalam bergotongroyong membangun jaminan kesehatan yang paripurna di Indonesia.
Baca Juga: Kemendag Sambut Metaverse Jadi Ekonomi Baru, Warganet Ingatkan Keamanan Siber Indonesia Sangat Rapuh
Sebagai informasi, aturan kartu peserta BPJS Kesehatan sebagai salah satu syarat untuk jual beli tanah dikeluarkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN. Kebijakan ini akan diberlakukan mulai 1 Maret 2022 mendatang. Hal tersebut terungkap dalam surat Direktorat Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementerian ATR/BPN tertanggal 16 Februari 2022.
Dalam surat tersebut, disebutkan bahwa kartu peserta BPJS Kesehatan menjadi syarat dalam permohonan pelayanan pendaftaran peralihan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun karena jual beli.
"Pelaksanaan ketentuan ini mulai berlaku pada 1 Maret 2022," tulis surat bernomor HR.02/164-400/II/2022 yang diteken Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Suyus Windayana.
Jajaran kepala Kantor Wilayah BPN dan Kantor Pertahanan telah diminta untuk scara aktif untuk melakukan sosialisasi pemberlakuan aturan tersebut kepada pihak-pihak terkait.
Direktorat Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (PHPT) telah mengeluarkan surat bernomor HR.02/153-400/II/2022 terkait kewajiban kartu peserta BPJS Kesehatan menjadi syarat jual beli tanah.
Kebijakan ini diterapkan sejalan dengan terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) 1/2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
JKN dalam surat tersebut adalah bagian dari sistem jaminan nasional yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib.
"Dengan demikian seluruh penduduk wajib menjadi peserta jaminan kesehatan termasuk warga negara asing yang bekerja paling singkat 6 bulan di Indonesia," bunyi salinan surat tersebut.