Suara.com - Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, Jawa Barat, melakukan dua langkah jangka panjang dan pendek dalam menyikapi harga tempe yang mulai naik sekitar Rp2.000 untuk kemasan sekitar satu kilogram.
Wakil Wali Kota Bogor Dedie A. Rachim mengatakan, jangka pendek warga diharapkan beralih sementara dari makanan berbahan dasar kedelai yang tinggi harganya sedang tinggi.
"Karena informasi yang kami peroleh rata-rata bahan baku tempe tahu merupakan bahan impor yang terkendala jalur distribusi pelabuhan dan kontainer karena terdampak pandemi COVID-19," katanya.
Dedie menyampaikan untuk mencapai jangka pendek itu, pemerintah daerah akan selalu berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan pihak-pihak jalur distribusi agar bahan baku tempe yakni kedelai bisa normal kembali, meskipun butuh waktu.
Kepala Bidang Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri, Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Dinas Koperasi, UKM, Perdagangan dan Perindustrian Kota Bogor Mohamad Soleh, sebelumnya mengatakan kenaikan memang tidak dapat dihindari sesuai prediksi pemerintah pusat.
Hasil pemantauan pihaknya, harga di dua pasar tradisional, yakni Pasar Bogor dan Pasar Kebon Kembang harga tempe ukuran 1 kilogram naik 15 persen dari Rp13.000 menjadi Rp15.000, karena harga kedelai impor penyalur Kopti naik dari Rp10.700 menjadi Rp11.500 per kilogram.
"Seperti saya bilang, beralih dulu ke sumber protein nabati lain dulu," ujar Dedie.
Atas kondisi ini, kata Dedie, sebagai langkah jangka panjang Pemkot Bogor akan menggencarkan budidaya kedelai lokal agar dapat memenuhi kebutuhan warganya.
Menurutnya, menggerakkan petani kedelai bukan suatu yang mustahil, namun perlu kerja sama berbagai pihak. Waktu untuk bisa memenuhi kebutuhan pasar di Kota Bogor pun tergantung dari pertumbuhan para petani kedelai lokal tersebut.
Baca Juga: Begini Cara Perajin Tempe di Cianjur Akali Mahalnya Harga Kedelai
"Jadi bisa cepat atau lama tergantung bagaimana budidaya kedelai ini digarap serius petani lokal," kata Dedie.