Suara.com - Ketua Koperasi Serba Usaha (KSU) Rinjani berinisial SS ditetapkan jadi tersangka penyebar hoaks atau kabar bohong perihal adanya dana dari pemerintah untuk masyarakat dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) senilai Rp2 triliun.
Kepala Bidang Humas Polda NTB Komisaris Besar Polisi Artanto di Mataram, Rabu, mengungkapkan bahwa perbuatan SS diduga telah memenuhi unsur pidana sesuai aturan Undang-Undang RI Nomor 19/2016 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
"Jadi dugaan pelanggaran pidananya itu berkaitan dengan unggahan video SS dalam sebuah konten 'YouTube' berjudul Konferensi Pers KSU Rinjani," kata Artanto.
Ia menjelaskan, secara garis besar, isi video tersebut perihal tudingan terhadap pemerintah yang menyembunyikan penyaluran dana PEN untuk masyarakat.
Hal ini lantas berdampak pada program penyaluran KSU Rinjani yang menjanjikan bantuan tiga ekor sapi dengan anggaran Rp100 juta untuk setiap anggota.
"Itu yang menimbulkan reaksi dari sejumlah anggota KSU Rinjani, melakukan unjuk rasa ke Pemprov NTB, menuntut agar program bantuan tiga ekor sapi dari dana PEN itu segera disalurkan," ujarnya.
Dalam persoalan tersebut, Artanto memastikan bahwa pada tahap penyelidikannya, tim siber telah meminta klarifikasi kepada pihak pemerintah.
"Dari klarifikasi tim penyelidik, pemerintah menyatakan tidak ada program atau anggaran demikian, baik dari pusat maupun daerah," ucap dia.
Pernyataan klarifikasi dari pemerintah itu pun dikatakan Artanto telah dikuatkan dengan pemeriksaan data dan program yang sedang maupun akan berjalan.
Baca Juga: Polres Bogor Tangkap Provokator dan Penyebar Hoax yang Nyaris Picu Bentrokan Warga 2 Desa
"Jadi tidak benar ada program dan realisasi anggaran PEN itu dari pemerintah," kata Artanto.
Selain bukti dari klarifikasi, penetapan SS sebagai tersangka juga dikuatkan dengan keterangan ahli di bidang bahasa maupun informasi dan transaksi elektronik.
Karena itu, penyidik melihat perbuatan SS dalam kasus ini melanggar Pasal 28 Ayat 2 dan atau Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang RI Nomor 19/2016 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 14 dan atau Pasal 15 Undang-Undang RI Nomor 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.