Kepada Warta Ekonomi jaringan Suara.com, Teddy Oetomo juga mengatakan bahwa BUKA tidak sendirian. Sebab, masa sulit dialami oleh sejumlah saham perusahaan teknologi besar lainnya, termasuk Zoom, Peloton, Grab, SEA Ltd, Mercado Libre, Netflix, Alibaba, dan Meituan. Oleh karena itu, pihaknya berharap masyarakat dapat melihat penurunan harga saham BUKA dalam konteks yang relatif.
"Dari sisi kami sebagai manajemen, kami terus meningkatkan kinerja fundamental perusahaan karena kami percaya bahwa dalam jangka panjang, akan terjadi konvergensi harga saham dengan kinerja fundamental. Kami percaya bahwa ada banyak faktor lain di luar fundamental, dan di luar kendali manajemen dalam volatilitas jangka pendek," tegasnya beberapa waktu lalu.
Ketika ditanya apakah penurunan harga saham BUKA secara signifikan ini menggambarkan pesimisme investor terhadap Bukalapak, Teddy enggan mengamini hal tersebut.
Yang jelas, ungkap Teddy, manajemen Bukalapak mengusahakan yang terbaik untuk perusahaan dengan fokus terhadap inovasi, baik untuk operasional maupun finansial. Meski masih menanggung rugi sebesar Rp1,12 triliun pada kuartal ketiga 2021, nilai kerugian tersebut tercatat membaik dari kinerja kuartal-kuartal sebelumnya.
"Kami terus mengevaluasi peluang dan cara baru untuk meningkatkan nilai pemegang saham dalam jangka menengah hingga panjang dengan terus meningkatkan fundamental dan performa perusahaan. Namun, perihal stabilisasi dari harga saham bukanlah menjadi ranah manajemen karena pergerakan atas nilai saham dari sebuah perusahaan publik adalah murni atas mekanisme pasar," tegasnya lagi.