Suara.com - Mahalnya harga kedelai juga menjadi perbincangan hangat saat Komisi IV DPR RI melakukan rapat kerja dengan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Senin (14/2/2022).
Salah satu Anggota Komisi IV DPR Johan Rosihan menagih janji Mentan yang pernah berucap bisa mengatasi persoalan komoditas satu ini.
"Saya ingat janji pak Menteri tahun kemarin, ketika Januari atau Februari Presiden Jokowi ingin diselesaikan persoalan kedelai. Kemudian Pak Menteri dengan lantangnya berjanji dihadapan Komisi IV, menyelesaikan persoalan kedelai dua kali masa tanam," kata Johan saat rapat tersebut.
Namun, kata Johan, nyatanya saat ini produksi kedelai di dalam negeri jauh dari harapan, dan harganya pun selangit.
Baca Juga: Harga Kedelai Mahal, Importir Untung Besar?
"Ketika tadi melihat target produksinya (tahun ini), dibuat gagah pake juta, sebanyak 0,2 juta. Ini sama dengan 200 ribu, kebutuhan nasional itu 2 sampai 3 juta ton tapi target produksinya hanya 200 ribu," papar politikus PKS itu.
Menurutnya, harga kedelai akan terus mengalami kenaikan seiring negara pengeskpor kedelai yakni Brazil dan Amerika Serikat tidak mencapai target produksinya.
"Brazil itu tidak bisa memenuhi target produksinya dari 450 juta, hanya 125 juta terpenuhi. Demikian juga Amerika, tidak bisa memenuhi targetnya," ucapnya.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Importir Kedelai Indonesia (Akindo) Hidayatullah Suralaga pasrah dengan terus meroketnya harga kedelai dunia saat ini.
Berdasarkan data Chicago Board of Trade (CBOT), harga kedelai pada minggu kedua Februari 2022 mencapai USD15,77 per bushels. Harga ini diperkirakan terus naik hingga Mei yang mencapai USD15,7 per bushels dan mulai turun pada Juli sebesar USD15,74 per bushels.
Baca Juga: Harga Kedelai Mahal, Importir Hanya Bisa Pasrah
"Yah mau diapakan lagi kalau memang harga dari sananya mahal," kata Hidayatullah saat dihubungi suara.com, Senin (14/2/2022).
Sebetulnya kata Hidayatullah pemerintah bisa melakukan intervensi harga kedelai saat ini dengan cara memberikan subsidi, namun kata dia proses ini tidaklah mudah dan akan memerlukan waktu yang panjang.
Tak hanya itu kondisi keuangan negara yang kurang baik akibat pandemi juga menjadi alasan lainnya.
"Tapi kalau ini butuh proses panjang, rapat di Menko, belum penugasan oleh BUMN tentu akan panjang" katanya.
Menurut dia sepanjang tahun lalu saja, pemerintah melakukan impor kedelai sebanyak 2,4 juta ton, angka ini kata dia terbilang stabil dengan tahun-tahun sebelumnya. Namun yang jadi perbedaan hanya soal harga.
"Kebutuhan relatif stabil di 2,4 juta ton, hampir sama lah dengan tahun sebelumnya, kalau tahun ini mungkin juga hampir sama yang membedakan cuma harga memang" kata dia.
Dirinya pun mengatakan bahwa kenaikan harga kedelai ini imbas adanya lonjakan laju inflasi di negara produsen yang berdampak pada kenaikan harga masukan produksi, seperti Amerika Serikat dan Barzil, selain itu terjadi kekurangan tenaga kerja, dan kenaikan biaya sewa lahan hingga cuaca.