Suara.com - Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi, sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Burangkeng kurang lebih 2.000 ton – 2.800 ton sampah per hari. Sedangkan daya tampung yang mampu diolah atau masuk TPA Burangkeng itu 600 ton sampah. Hal itu artinya jumlah sampah yang ada di TPA Burangkeng sudah melebihi kapasitas daya tampungnya atau overload. Oleh karena itu, perlu dicarikan cara alternatif agar sampah di TPA Burangkeng bisa dikurangi.
Melihat kondisi itu, PT Jababeka Tbk (Jababeka) pun tergerak membantu. Jababeka berkolaborasi dengan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi dan pengurus Pusat Daur Ulang (PDU) Mekarmukti, melakukan kegiatan edukasi lingkungan mulai dari tanggal 2 – 3 Februari 2022 lalu.
Tujuan kegiatan edukasi lingkungan ini ialah ingin mendorong masyarakat – apakah dalam bentuk kelompok – untuk mulai melakukan pengelolaan sampah rumah tangga yang mereka hasilkan, atau bahkan mengubah sampah menjadi memiliki nilai ekonomi.
Sebab, sampah sebenarnya punya nilai ekonomi yang menguntungkan masyarakat jika tahu cara mengelolanya, semisal dibuat kompos atau budidaya maggot untuk sampah organik, sedangkan sampah plastik dijadikan produk kerajinan tangan. Alhasil, yang tersisa saat dikirim ke TPA Burangkeng pun hanya sampah residu atau jenis sampah yang sulit didaur ulang. Efek dari nilai ekonomis sampah ini, bisa dilihat dari bermunculannya bank sampah di berbagai tempat.
Adapun kegiatan edukasi lingkungan berjalan lancar dengan protokol ketat dan mendapat animo yang sangat baik. Pada hari pertama, sebanyak 30 peserta mendapat edukasi manajemen bank sampah dan pengelolaan sampah rumah tangga dari Dinas Lingkungan Hidup ( DLH) Kabupaten Bekasi yang diwakili oleh Eddy Sirotim selaku Kepala Seksi Pengendalian Persampahan- DLH Kabupaten Bekasi.
Pada kesempatan yang sama, Jamaggo – anak usaha dari Jababeka dalam mengelola sampah dengan maggot, memberikan pengenalan teknik budidaya maggot. Teknik budidaya maggot menjadi materi yang disampaikan kepada peserta karena maggot dianggap bisa menjadi solusi untuk membantu meningkatkan nilai ekonomis sampah organik dari sampah rumah tangga.
Kemudian pada hari kedua, para peserta dibawa ke Saung Edukasi 09 Jatisari di Kota Bekasi untuk melakukan studi banding agar peserta punya referensi konkret dalam pengelolaan sampah. Mereka meninjau Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) yang dikelola secara swadaya oleh masyarakat sekitar.
Penanganan sampah anorganik menggunakan insinerator yang menggunakan bahan bakar minyak jelantah. Sedangkan penanganan sampah organik memanfaatkan maggot yang hasilnya dapat digunakan kembali sebagai pakan ternak dan pupuk organik.
Eddy Sirotim selaku Kepala Seksi Pengendalian Persampahan- DLH Kabupaten Bekasi memberi apresiasi kepada Jababeka yang telah menggelar kegiatan edukasi lingkungan untuk masyarakat Desa Mekarmukti. Ia berharap setelah kegiatan edukasi ini bisa membuka kesadaran untuk setidaknya mulai memilah sampah organik dan non organik sebelum dibuang, atau bahkan ada peserta yang tergerak menciptakan bank sampah baru di lingkungannya.
Sebab, pengelolaan sampah yang baik bukan hanya bisa membuat lingkungan menjadi bersih dan rapi, tapi menjadi barang bernilai ekonomi bisa meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan keluarga, semisal mengumpulkan sampah plastik dari hasil sortir sampah rumah tangga di suatu lingkungan. Karena Eddy mengaku bahwa sejumlah pihak swasta ada yang minta tolong kepada DLH Kabupaten Bekasi agar dikenalkan pengelola sampah untuk membeli sampah plastik yang akan mereka olah lagi menjadi produk mereka atau produk lain.