Suara.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa Indonesia mengalami lonjakan utang yang cukup besar. Dan selama 2 tahun terakhir di masa pandemi Covid-19 kenaikan utang meningkat drastis.
"Indonesia tambah 10,8 persen defisitnya. Apakah ini besar? ini besar untuk kita karena debt to GDP ratio mendekati 40 persen,” kata Sri Mulyani dalam acara BRI Microfinance Outlook 2022, secara virtual, Kamis (10/2/2022).
Meski begitu, jika dibandingkan negara lain, Sri mengklaim posisi kenaikan utang Indonesia dinilai masih cukup baik dan terjaga.
Dia mencatat, rata-rata negara lain utangnya sudah melonjak sebanyak 60 persen sehingga utangnya mencapai 75 persen terhadap Produk Domestik Bruto/PDB. Bahkan yang mengkhawatirkan banyak negara berkembang yang PDB-nya hampir mencapai 90 persen.
Baca Juga: Negara Punya Tanggungan Biaya Perawatan COVID-19 Rp23 Triliun, Menkeu Yakin APBN Sehat
"Tapi dibanding negara lain yang defisit lebar lebih di atas 10 persen, maka kita sadari Indonesia tidak satu-satunya yang melakukan countercyclical," ujarnya.
Namun, kata dia, kondisi ini juga harus tetap diantisipasi dan diwaspadai mengingat kenaikan utang terjadi di tengah krisis akibat pandemi Covid-19.
Untuk itu kata dia pemerintah telah mulai untuk menurunkan defisit ke arah yang lebih rendah dari yang diasumsikan. Sehingga, Sri Mulyani optimistis, defisit APBN akan kembali ke batas di bawah 3 persen dari PDB pada 2023 mendatang.
"Defisit anggaran kita kini bisa lebih rendah dari yang diperkirakan dan akan menuju kesehatan APBN kembali," tuturnya.