Suara.com - Harga minyak dunia anjlok lebih dari 2 persen usai catatkan kenaikan tertinggi tujuh tahun pada Selasa.
Turunnya harga minyak ini disebabkan kembali dimulainya pembicaraan tidak langsung antara Amerika dan Iran soal perjanjian nuklir.
Mengutip CNBC, Rabu (9/2/2022) minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, ditutup merosot USD1,91 atau 2,1 persen menjadi USD90,78 per barel.
Sementara itu, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), melorot USD1,96, atau 2,1 persen menjadi USD89,36 per barel.
Baca Juga: Penyesuaian Harga Minyak Goreng Susah Dilakukan, Pedagang Masih Menjual di Atas Rp14 Ribu
Sebuah kesepakatan Amerika Serikat dan Iran dapat mengembalikan lebih dari satu juta barel per hari (bph) minyak Iran ke pasar, meningkatkan pasokan global sekitar satu persen. Pembicaraan nuklir dilanjutkan di Wina pada Selasa (8/2/2022).
Namun, kedua tolok ukur tersebut menghadapi backwardation ekstrem dalam beberapa bulan mendatang. Kontrak berjangka untuk Brent dan WTI hingga Juli berada dalam apa yang disebut Robert Yawger, Direktur Mizuho, "super-backwardation" dengan setiap bulan diperdagangkan setidaknya USD1 per barel di bawah bulan sebelumnya.
Senin, Brent melesat ke posisi USD94,00 per barel dalam perdagangan intraday, level tertinggi sejak Oktober 2014. WTI mencapai USD93,17 pada sesi Jumat, tertinggi sejak September 2014.
"Pemerintah AS berusaha menjinakkan harga minyak dengan segera merundingkan perjanjian nuklir yang baru dengan Iran," kata Louise Dickson, analis Rystad Energy.
Dickson mengatakan kesepakatan Iran dapat melepaskan produksi minyak mentah dan kondensat ekstra dalam empat hingga enam bulan, atau bahkan lebih cepat karena Iran dianggap memiliki penyimpanan minyak yang kuat.
Baca Juga: Harga Minyak Goreng di Pasar Tradisional Masih Mahal, Kemendag: Kami Pastikan Hanya Sementara
Delapan putaran pembicaraan tidak langsung antara Teheran dan Washington sejak April belum menghasilkan kesepakatan tentang dimulainya kembali pakta nuklir 2015. Perbedaan tetap ada mengenai rincian pencabutan sanksi.
"Ekspor dapat dilanjutkan dengan cepat jika kesepakatan nuklir tercapai," kata Tamas Varga, analis PVM.
Harga minyak melonjak karena meningkatnya permintaan global, ketegangan Rusia-Ukraina, gangguan pasokan dari produsen seperti Libya, dan penambahan yang lambat dari rekor pengurangan produksi 2020 oleh OPEC Plus, yang mencakup Organisasi Negara Eksportir Minyak (OPEC) dan sekutu seperti Rusia.