Suara.com - Hubungan antara Rusia dan Ukraina yang terus memanas hingga memicu perang dikhawatirkan turut meningkatkan permintaan minyak mentah hingga membuat harga minyak naik.
Sejumlah analis menduga, harga minyak akan naik jika pasokan global terganggu. Selain itu, faktor lain seperti wabah dan meningkatnya aktivitas militer Rusia dan Ukraina juga mendorong kenaikan harga.
"Risiko geopolitik teratas adalah Ukraina," kata kepala analis global di Nikko Asset Management Tokyo, John Vail.
"Tren terlihat bagus secara umum untuk komoditas," sambungnya.
Baca Juga: Kabar Gembira! Pedagang di Cimahi yang Masih Miliki Stok Minyak Goreng Harga Lama Bisa di Return
Pada Kamis (3/2/2022), Amerika Serikat memperingatkan Rusia terkait tuduhan video propaganda yang menunjukkan serangan bertahap. Moskow menolak tuduhan itu dan sebelumnya telah mengatakan tidak merencanakan invasi.
Bjarne Schieldrop, kepala analis komoditas di SEB di Oslo mengatakan harga minyak dalam ukuran yang setara sudah terlihat "murah" dibandingkan dengan gas alam.
Jika perang pecah antara Rusia dan Ukraina, harga gas alam bisa naik menjadi "200 dolar AS hingga 250 dolar AS per barel setara minyak (saat) impor gas alam senilai 600 terawatt per jam -- volume spot -- dari Rusia ke Eropa Barat akan hilang," kata Schieldrop.
Minyak mentah Brent naik 55 sen atau 0,6 persen lebih tinggi pada 91,67 dolar AS per barel pada pukul 08.07 GMT, setelah naik 1,16 dolar AS pada Kamis (3/4/2022).
Ahli strategi pasar global Invesco yang berbasis di Hong Kong, David Chao, memperkirakan harga minyak mentah akan naik 10 persen-15 persen.
Baca Juga: Faisal Basri Sebut Pemerintah Penyebab Harga Minyak Goreng Melonjak
"Ini kemudian akan menempatkan tekanan ke atas yang luar biasa pada inflasi di negara-negara Barat yang akan memaksa banyak bank sentral utama untuk terlebih dahulu menaikkan suku bunga," kata Chao.
Vail dari Nikko percaya bank sentral akan kesulitan menjinakkan lonjakan inflasi, dan memperkirakan Federal Reserve AS akan menaikkan suku bunga tujuh kali tahun ini.
Chao mengatakan pasar negara berkembang kemungkinan akan melihat beberapa fluktuasi menuju kenaikan suku bunga Fed pertama, tetapi divergensi siklikal dan leverage operasi yang lebih rendah akan membuat mereka tetap didukung.