Suara.com - Baja impor yang membanjiri industri dalam negeri mulai dikeluhkan produsen baja Indonesia. Tak tanggung-tanggung, data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut, impor baja naik 23 persen yang semula 3,9 juta ton pada 2020 menjadi 4,8 juta ton pada 2021.
Hal inilah yang sangat disayangkan Ketua Umum Bidang Perbankan dan Keuangan BPP HIPMI, Anggawira karena merusak tatanan pasar di Indonesia, dan berdampak negatif terhadap iklim investasi.
“Kalau investasi mandeg akan menghambat implementasi pembangunan Cluster Industri Baja 10 Juta Ton Cilegon yang telah dicanangkan pemerintah dan ditargetkan selesai di Tahun 2025. Investasi industri baja yang telah ditanamkan investor baik PMDN maupun PMA hingga saat ini telah mencapai USD15,2 miliar atau setara Rp 215 Triliun," ujar Anggawira dikutip dari keterangan resminya, Jumat (4/2/2022).
Menurutnya, sangat disayangkan angka sebesar itu justru digunakan untuk impor baja yang kemudian justru merugikan investasi nasional.
Baca Juga: Krakatau Steel dan Tata Metal Lestari Berkolaborasi Usung Industri Baja Berkelanjutan
Secara terpisah, Wakil Ketua Umum KADIN Bidang Perindustrian, Bobby Gafur Umar mengaku sedih dengan kondisi impor baja saat ini.
Saat ini, utilisasi produsen baja nasional baru mencapai 40 persen yang idealnya 80 persen.Angka ini sangat tertinggal jauh dibandingkan industri lainnya.
"Hal lainnya serangan impor juga dilakukan dengan berbagai macam cara oleh para trader, oleh karenanya KADIN berharap agar pemerintah secara konsisten menerapkan peraturan yang ada khususnya untuk mengendalikan impor dan menjaga investasi yang sudah ditanamkan,” pungkasnya.