Suara.com - Perusahaan gerai kopi Starbucks berencana menaikkan harga produk-produknya pada tahun ini. Hal ini setelah adanya inflasi melonjak dan biaya tenaga kerja yang juga naik di Amerika Serikat (AS).
CEO Starbucks, Kevin Johnson mengatakan, perusahaan berencana menaikkan harga lebih banyak lagi tahun ini.
"Kami memiliki tindakan penetapan harga tambahan yang direncanakan melalui neraca tahun ini. Kenaikan harga memainkan peran penting untuk mengurangi tekanan biaya, termasuk inflasi," ujar Johnson seperti dikutip dari CNN Business, Kamis (3/2/2022).
Namun kenaikan harga tidak membuat pelanggan takut akan mocha Fraps dan vanilla latte mereka.
Baca Juga: Klinik Kopi: No Sugar Coffee Club!
"Dengan tindakan penetapan harga itu, kami masih melihat permintaan yang sangat kuat sepanjang musim liburan," kata Johnson.
Dalam tiga bulan yang berakhir pada 2 Januari, penjualan di gerai Starbucks yang dibuka setidaknya 13 bulan melonjak 13% secara global dan 18% di Amerika Utara, sebagian didorong oleh harga yang lebih tinggi.
"Kami belum melihat dampak yang berarti terhadap permintaan pelanggan," kata John Culver, chief operating officer Starbucks.
Seperti banyak perusahaan lain, selain inflasi, Starbucks juga menghadapi biaya tenaga kerja yang lebih tinggi. Beberapa pengusaha besar menaikkan upah.
Starbucks tidak sendirian dalam menaikkan harga. Tahun lalu, harga restoran naik 6%, Biro Statistik Tenaga Kerja mengatakan pada Januari.
Baca Juga: Hadirkan Konsep Jepang, Kopi Konnichiwa Coba Tawarkan Citarasa Kekayaan Alam Indonesia
McDonald's menaikkan harga menu sekitar 6% tahun lalu untuk membantu mengimbangi biaya makanan, pengemasan, dan tenaga kerja yang lebih tinggi.
Namun kenaikan harga tersebut tidak menyurutkan pelanggan. Faktanya, penjualan di toko McDonald's AS yang dibuka setidaknya 13 bulan melonjak 13,8%, tahun lalu, peningkatan tahunan terbesar sejak McDonald's mulai melaporkan penjualan yang sebanding pada 1993.