Suara.com - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI meraup laba bersih sepanjang 2021 sebesar Rp 10,89 triliun. Angka itu melonjak 232,2 persen dibandingkan laba bersih pada tahun 2020
Direktur Utama BNI, Bapak Royke Tumilaar memaparkan, raihan laba bersih ini sumbang dari pendapatan Operasional Sebelum Pencadangan (PPOP) yang tumbuh kuat 14,8 persen yoy sehingga mencapai Rp 31,06 triliun.
Selain itu, kenaikan laba bersih itu bagian dari upaya perbaikan kualitas kredit melalui monitoring, penanganan dan kebijakan yang efektif membuat cost of credit membaik menjadi 3,3 persen.
Sedangkan peningkatan pendapatan operasional bank dihasilkan dari pertumbuhan kredit yang sehat sebesar 5,3persen yoy menjadi Rp 582,44 triliun, Net Interest Margin (NIM) yang tangguh di level 4,7 persen, serta pendapatan berbasis komisi (FBI) yang pada akhir tahun 2021 tercatat tumbuh 12,8 persen yoy.
Baca Juga: BNI Cabang Madiun Lockdown Akibat 10 Karyawan Terpapar Virus Corona
"Kami menutup tahun 2021 dengan peningkatan laba bersih tiga kali lipat dari perolehan 2020 dan kami yakin itu sudah berada di atas ekspektasi pasar. Kami pun sepenuhnya memahami bahwa ada ruang untuk peningkatan lebih baik lagi depan," ujar Royke dalam keterangannya, Rabu (26/1/2022).
Royke melanjutkan, pendorong utama kredit selama tahun 2021 adalah penyaluran di sektor Business Banking terutama pembiayaan ke segmen Korporasi Swasta yang tumbuh 7,6 persen yoy menjadi Rp 180,4 triliun.
Kemudian, segmen large commercial yang tumbuh 10,4 persen yoy menjadi Rp 40,9 triliun, segmen kecil juga tumbuh 12,9 persen yoy dengan nilai kredit Rp 95,8 triliun. Secara keseluruhan kredit di sektor Business Banking ini tumbuh 4,5 persen yoy menjadi Rp 482,4 triliun.
Sementara di sektor consumer, kredit terbesar yang tumbuh adalah kredit payroll, yaitu naik 18,3persen yoy menjadi Rp 35,8 triliun, kemudian kredit kepemilikan rumah (mortgage) tumbuh 7,7 persen yoy menjadi Rp 49,6 triliun. Secara keseluruhan kredit consumer tumbuh 10,1 persen yoy menjadi Rp 99 triliun.
Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini menambahkan, peran pendapatan nonbunga juga tergolong semakin kuat pada pencapaian 2021. FBI pada akhir tahun 2021 tumbuh 12,8 persen yoy menjadi sebesar Rp 13,64 triliun.
Baca Juga: 10 karyawan Terpapar Covid, BNI Madiun Tutup Sementara
FBI tahun 2021 didukung oleh Fee Consumer dan Fee Business Banking yang masing-masing tumbuh 6,0 persen dan 10,7 persen yoy, sehingga menandai pemulihan yang kuat dibandingkan tahun sebelumnya.
Pertumbuhan kredit ditopang oleh Dana Pihak Ketiga (DPK) yang mencapai Rp 729,17 triliun atau tumbuh 15,5 persen yoy. Bekal DPK tersebut membuat BNI memiliki cadangan likuiditas yang tangguh dan siap digunakan jika permintaan kredit meningkat atau pasar obligasi berubah menjadi lebih baik tahun 2022.
"Dana murah atau CASA BNI juga masih mendominasi DPK, yaitu terjaga pada level 69,4 persen dari seluruh DPK. CASA terdongkrak hingga 17,1 persen yoy menjadi Rp 506,06 triliun. Pertumbuhan dana murah ini mendorong perbaikan Cost of Fund dari 2,6 persen pada akhir tahun 2020 menjadi 1,6 persen tahun 2021," pungkas Novita.