Suara.com - Banyak warga di Tuban yang mendadak menjadi miliarder setelah menjual tanahnya ke PT Pertamina (Persero). Bahkan kampung miliarder Desa Wadung dan Sumurgeneng Kecamatan Jenu Kabupaten Tuban Jawa Timur itu pun heboh di berbagai media sosial.
Namun, kenikmatan yang dirasakan warga tak berlangsung lama. Kini uang yang mereka dapatkan habis. Mereka pun lantas merasa dibohongi oleh Pertamina. Musanam, warga kampung miliarder, mengaku menyesal setelah menjual lahannya kepada Pertamina.
Ia menceritakan, awalnya menjual lahan karena dibujuk rayu oleh petugas pembebasan lahan kilang berkali-kali. Kakek berkulit cokelat itu akhirnya mau melepas tanah dan rumahnya dengan ganti untung sebesar Rp 500 juta.
"Saya mau melepas tanah dan rumah untuk kilang karena dijanjikan dipekerjakan sebagai pembersih rumput di area kilang minyak. Pekerjaan itu masih mampu saya kerjakan meskipun sekarang usia sudah 60 tahun," ujar Musanam mengawali cerita.
Namun janji yang diberikan ternyata isapan jempol semata. Tawaran pekerjaan yang dinantikan tak kunjung datang. Padahal uang ganti untung Rp 500 juta kemudian dibelikan rumah dan lahan di kampung baru di wilayah Desa Wadung.
Keputusan menjual tanah dan relokasi mandiri disesalinya, karena sekarang menjadi pengangguran. Bahkan sekadar untuk makan sehari-hari Ia kesulitan.
Ia sesekali mengandalkan pendapatan dari anak menantu yang masih tinggal se rumah. Enam ekor sapi yang dimilikinya sekarang tinggal tiga ekor, karena terus menerus dijual untuk makan.
Harapan anak menantunya dipekerjakan di Kilang Minyak juga sebatas mimpi. Ia memutuskan bergabung dengan paguyuban pemuda enam desa demo di Kilang GRR Tuban untuk menagih janji Pertamina dipekerjakan di penyiapan lahan tahap 4 di tahun 2022.
"Harapan saya tinggal ini. Setiap hari saya terus diomeli istri karena menganggur. Sapi terus menerus berkurang untuk makan sehari-hari," ujarnya, seperti dikutip dari bloktuban.com jejaring media suara.com.
Baca Juga: Setelah Jual Lahan, Warga Kampung Miliarder Tuban Merasa Dibohongi Pertamina
Sebelumnya, warga di kampung miliarder sempat berunjuk rasa ke Pertamina. Mereka menuntut pekerjaan kepada perusahaan pelat merah tersebut sesuai dengan yang dijanjikan.
Warga kampung miliarder Tuban ini sempat viral ketika mereka memborong mobil setelah menerima rejeki nomplok pembayaran uang ganti untung pembebasan lahan.
Namun kondisi mereka kini menyedihkan. Musanam itu misalnya, Ia bahkan sampai susah makan sebab tak punya pekerjaan. Dirinya tak menyangka di usia senjanya sulit untuk sekedar mencukupi kebutuhan keluarganya.
Sebelum ada kilang minyak, ia hidup bahagia di rumahnya bersama istri, dua anak, dan satu cucu di atas lahan seluas 117 meter persegi.
Serupa dengan Musanam. Mugi (60), eks miliarder. Perempuan itu kini mengaku tidak memiliki pekerjaan setelah lahannya dijual ke Peramina.
Waktu itu, lahannya seluas 2,4 hektare dijualnya dengan harga mencapai Rp 2,5 miliar. Uang tersebut buat memenuhi kebutuhan sehari-hari dan sisanya ditabung.
Namun pelan-pelan uangnya berkurang, sementara Ia tidak memiliki penghasilan lagi. Ia pun mengaku menyesal menjual lahannya tersebut.
"Sekarang ada perasaan menyesal karena sudah menjual lahan," katanya menceritakan.
"Dulu lahan saya ditanami jagung dan cabai dan setiap kali panen bisa meraup Rp 40 juta tapi sekarang saya tak punya pendapatan lagi," katanya menambahkan.
Ia mengatakan kalau awalnya tak berniat menjual lahannya untuk Kilang Minyak. Seiring bujuk rayunya petugas seilih berganti akhirnya mengubah pikirannya untuk melepas tanahnya.
"Petugas sering datang ke kebun. Mengiming-imingi pekerjaan untuk anak-anak tapi hanya bohong sekarang," katanya.
Sementara itu perwakilan Pertamina, Solihin meminta waktu dua pekan untuk menyesaikan masalah rekrutmen security. "Hari ini belum ada keputusan karena harus dikoordinasikan dulu dengan pimpinan pusat," ujarnya.
Data per Februari 2021 lalu, sudah ada 63 KK yang pindah di lokasi lahan relokasi mandiri di Desa Wadung. Mereka berasal dari Dusun Tadahan, Ringin dan Boro.
Relokasi mandiri ditempat tersebut merupakan lahan yang dibeli sendiri oleh warga yang terkena relokasi setelah mendapatkan pembayaran dari perusahaan untuk dipergunakan sebagai lokasi pemukiman baru. Mereka juga harus membeli akses jalan sendiri.