Suara.com - PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI mengungkapkan nilai investasi Kereta Api Ringan atau LRT Jabodebek bertambah dari perencanaan awal.
Direktur Utama KAI Didiek Hartantyo memaparkan, nilai investasi pada perencanaan dipatok sebesar Rp 29,9 triliun, tetapi saat ini melonjak hingga Rp 32,5 triliun atau naik Rp 2,6 triliun.
Menurut dia, kenaikan nilai investasi ini terjadi akibat adanya perubahan target operasional secara komersion atau Commercial Operation Date (COD) yang semula 2019 mundur ke Agustus 2022.
"Terutama terkait dengan permasalahan lahan di Depo Bekasi Timur, dan tahun kemarin, 2020 dan 2021 mengenai Pandemi Covid-19, sehingga yang semula COD dijadwalkan pada Juli 2019, menjadi Agustus 2022," ujar Didiek dalam sebuah diskusi virtual, Rabu (19/1/2022).
Baca Juga: KAI Diguyur PMN Rp 6,9 Triliun, LRT Jabodebek dan Kereta Cepat Lanjut Dibangun?
Didiek menuturkan, dengan naiknya nilai investasi membuat rencana tarif awal juga bergeser dari Rp 12.000 menjadi Rp 15.000.
"Jadi, cost overrun ini diikuti dengan perubahan struktur pendanaan proyek, dan asumsi tarif dasar LRT Jabodebek," ucap dia.
Namun, Didiek memastikan, KAI telah mendapatkan dana untuk menangani kenaikan nilai investasi tersebut. Salah satunya, dengan Penyertaan Modal Negara (PMN) dari pemerintah sebesar Rp 2,6 triliun.
"Sesuai dengan Perpres nomor 49 tahun 2017, KAI dapat menerima dukungan pemerintah yang salah satunya dalam bentuk PMN. Oleh karenanya, di Desember 2021 kemarin berdasarkan PP nomor 119 tahun 2021, PT KAI menerima tambahan PMN sebesar Rp 2,6 triliun yang digunakan untuk meng-cover cost overrun di proyek LRT Jabodebek. Sehingga diharapkan penyelesaian proyek LRT Jabodebek dapat terlaksana pada 2022," pungkas Didiek.
Baca Juga: KNKT Ungkap 12 Temuan Penyebab LRT Jabodebek Tabrakan