Agar Tak Kekurangan Stok Batu Bara, PLN dan ESDM Pantau Secara Real Time

Jum'at, 14 Januari 2022 | 13:51 WIB
Agar Tak Kekurangan Stok Batu Bara, PLN dan ESDM Pantau Secara Real Time
ILUSTRASI - Pembangkit Jawa Bali Unit Pembangkit Paiton (PT PJB UP Paiton) di Probolinggo, Jawa TImur, Kamis (17/3).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Guna memastikan stok batu bara untuk kebutuhan pembangkit listrik dalam negeri aman, PT PLN (Persero) bersama Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM akan memastikan efektivitas dalam penyediaan dan pengiriman batu bara secara real time.

Langkah ini menjadi salah satu solusi dalam pengamanan pasokan batu bara untuk kelistrikan nasional.

Data realisasi volume dan setiap tahapan pengiriman pasokan batu bara ke pembangkit listrik, mulai dari lokasi tambang, loading, hingga penerimaan di setiap pembangkit, secara spesifik serta real time akan terpantau dan terintegrasi dalam sistem digital.

Ditjen Minerba yang akan mengirimkan notifikasi early warning system secara otomatis kepada pemasok, serta menjadi suatu langkah korektif yang segera dapat dilakukan.

Baca Juga: Kementerian BUMN Tengah Lakukan Persiapan Bubarkan PT PLN Batu Bara

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, strategi ini dilakukan untuk meningkatkan efektivitas pengiriman dalam rantai pasok batu bara sesuai pemenuhan kewajiban DMO setiap mitra pemasok yang terpantau per harinya.

“Dengan adanya pemantauan berbasis pada realisasi pasokan dari para mitra pengusaha tambang ini diharapkan dapat membantu mengamankan pasokan batu bara ke PLN,” tutur Darmawan dalam keterangan persnya, Jumat (14/1/2022).

PLN juga mengapresiasi pemerintah yang menetapkan kebijakan korektif apabila terjadi kendala pasokan batu bara ke pembangkit. Dengan langkah ini, Darmawan optimistis keandalan pasokan batu bara bagi PLN bakal lebih terjamin.

Darmawan berharap, dengan kolaborasi ini maka langkah korektif juga dapat dilakukan secara terfokus dan langsung menyelesaikan masalah pada titik krusial, yaitu ketersediaan pasokan dan moda transportasi di loading port.

"Kami melakukan berbagai langkah extra ordinary. Dengan dukungan dari Pemerintah juga, masalah pasokan telah terselesaikan dan dipastikan tidak ada pemadaman terkait karena krisis pasokan batu bara untuk PLTU," imbuh Darmawan.

Baca Juga: Seperti Luhut, Anggota Komisi VII DPR Juga Ingin PLN Batu Bara Dibubarkan

Tak hanya itu, PLN juga terus meningkatkan kerja sama dengan para pemasok batu bara, pengusaha kapal melalui INSA (Indonesian National Shipowners Association), dan stakeholder lainnya.

Langkah ini dilakukan secara intens untuk memastikan realisasi penugasan dari Kementerian ESDM dapat terlaksana dan terkirim sesuai jadwal yang dibutuhkan.

Dengan koordinasi intensif bersama para pemasok, PLN memastikan adanya kenaikan efektivitas pengiriman pasokan. Selain itu, dengan koordinasi bersama para penyedia alat angkut, kekurangan vessel dan tongkang dapat terpenuhi.

"Dari yang sebelumnya hanya 112 vessel shipment dan 560 tongkang shipment, sekarang telah tersedia 130 vessel shipment dan 771 tongkang shipment untuk mengangkut volume 16,2 juta MT," sebut Darmawan.

Menurutnya, dengan adanya kecukupan volume batu bara, kesiapan pengiriman, dan telah ditetapkannya line-up untuk seluruh pengiriman di masing-masing PLTU.

Maka, hari operasi di seluruh pembangkit PLN dan IPP dari yang sebelumnya di posisi kritis, akan aman untuk mencapai 15-20 HOP di akhir Januari 2022 dan seterusnya secara berkesinambungan.

Di sisi lain, PLN juga telah merombak tata kelola kebijakan dalam Perjanjian Jual Beli Batubara (PJBB) yang tadinya bersifat jangka pendek, fleksibel, dan berisiko, menjadi bersifat fixed jangka panjang dan terpantau secara melekat.

"Kontrak jangka panjang langsung dilakukan dengan para perusahaan tambang yang memiliki kredibilitas sebagai pemasok sesuai dengan kualitas (spesifikasi) dan volume yang dibutuhkan PLN, sehingga ketidakpastian kontrak yang awalnya berimbas pada masalah fluktuasi pasokan di lapangan, ke depan tidak terulang," papar Darmawan. 

Sebelumnya, Indonesia terancam menghadapi krisis listrik akibat defisit pasokan batubara di pembangkit PLN.

Ketersediaan batubara diperkirakan di bawah batas aman untuk mencukupi kebutuhan selama 15 hari dengan kondisi ini membuat pemerintah menstop kegiatan ekspor batu bara selama 1 bulan, namun sejak 12 Januari 2021 lalu pemerintah membatalkan kebijakan tersebut.

Masalah pasokan batubara PLN disebabkan karena perusahaan-perusahaan batubara tidak taat memenuhi ketentuan wajib pasok dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO). 

Puncak persoalan yang terjadi saat ini sejatinya dapat diprediksi dan seharusnya dapat diantisipasi sejak awal. Sejak pertengahan 2021, ketika harga batubara global mulai melambung, pemerintah sudah menyoroti praktik ketidakpatuhan DMO. 

Hingga akhirnya muncul surat keputusan pelarangan ekspor terhadap 34 perusahaan. Praktik sanksi tersebut nyatanya juga tidak mampu memberikan efek jera dalam mendorong kepatuhan.

Akibat krisis pasokan batubara di dalam negeri, terdapat 20 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan daya sekitar 10.850 megawatt akan padam dan berpotensi mengganggu kestabilan perekonomian nasional.

Data KESDM mencatat, tingkat kepatuhan ratusan perusahaan tambang batubara untuk memenuhi DMO sangat rendah. Dari target tahun 2021 sebesar 137,5 juta ton, realisasi yang tercapai hanya sebesar 63,47 juta ton atau sekitar 46 persen, terendah sejak 2017. 

Hingga akhir 2021, hanya terdapat 85 perusahaan yang telah memenuhi DMO batubara sebesar 25 persen dari rencana produksi tahun 2021. Dari 5,1 juta metrik ton penugasan pemerintah, hingga 1 Januari 2022, haya terpenuhi 35 ribu metrik ton, atau kurang dari 1 persen.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI