Sehingga dapat meningkatkan kualitas udara dan mendukung pencapaian target pengurangan emisi Gas Rumah Kaca nasional. Transisi energi harus terus berjalan meskipun masih banyak tantangan yang harus dihadapi di masa mendatang.
Dia menambahkan, pemerintah berfokus pada pengembangan panas bumi sebagai porsi terbesar dalam EBT. “Kita akan kembangkan geothermal, karena yang menguntungkan di geothermal. Target penurunan emisi dari perusahaan BUMN 85 juta ton CO2,’’tuturnya.
Geothermal atau panas bumi, lanjut Pahala, merupakan energi andalan Indonesia karena bisa dijadikan baseload. Biaya penyediaan energinya pun lebih murah dibandingkan EBT yang lain, yakni hanya USD7,6-8 sen per kWh.
"Bandingkan dengan baterai dari energi surya yang USD12 sen per kWh, jelas geothermal lebih murah. Sehingga, pemerintah menilai, geothermal punya potensi unik untuk dikembangkan," imbuhnya.
Peningkatan penggunaan geothermal itu juga untuk menekan impor BBM nasional. Sebab, saat ini, konsumsi BBM Indonesia sekitar 1,2 juta barel per hari. Kebutuhan BBM tersebut sebanyak 40% dipasok dari impor.
Pahala mengatakan, pihaknya mendorong BUMN untuk mengoptimalkan pengembangan geothermal di wilayah kerjanya sendiri. Apalagi, saat ini baru 9% wilayah kerja geothermal yang berproduksi dengan kapasitas hanya 1.900 MW.
"Kita masih punya potensi 19 GW, kita dorong bagaimana agar Pertamina Geothermal Energy mengembangkan area geothermal,’’tukasnya.
PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) mengelola 15 wilayah kerja dengan kapasitas 1.877 MW. Dengan rincian 672 MW dioperasikan sendiri dan 1.205 MW merupakan kontrak operasi bersama.
Untuk meningkatkan pemanfaatan panas bumi, saat ini PGE sedang mengembangkan teknologi baru dengan menggunakan binary cycle.
Baca Juga: Pengembangan EBT Butuh Investasi Besar, Wamen BUMN Sebut IPO Bisa Jadi Opsi Pendanaan
Indonesia memiliki kekuatan sangat besar atas renewable energy, bersumber dari energy hydropower, geothermal, bayu, solar panel, biofuel, arus bawah laut, dan yang lain-lainnya.