Suara.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) merupakan salah satu instrumen penting yang diarahkan untuk belanja strategis. Seperti peningkatan kualitas infrastruktur publik, pemulihan ekonomi, pembangunan sumber daya manusia, dan kualitas pelayanan publik.
Namun sayangnya, realisasi TKDD untuk tahun anggaran 2021 tidak terserap maksimal, dari catatannya masih ada sekitar Rp 100 triliun anggaran yang masih betah ngendap di bank.
"Masih ada Rp 100 triliun sampai dengan akhir tahun yang tidak dibelanjakan," kata Sri Mulyani dikutip Selasa (11/1/2022).
Padahal, kata dia TKDD adalah salah satu instrumen paling penting. Belanja TKDD itu hampir sepertiga dari APBN yang diberikan kepada seluruh pemerintah daerah dalam bentuk dana bagi hasil, dana alokasi umum, dana alokasi khusus fisik dan nonfisik, dana insentif daerah, dana desa, serta dana otonomi khusus.
Baca Juga: Realisasi Belanja Daerah Bikin Sri Mulyani Pusing, Ternyata Ini Alasannya
Dirinya pun meminta daerah terus melakukan perbaikan kinerja belanja TKDD untuk mendukung percepatan pemulihan ekonomi di daerah melalui optimalisasi belanja infrastruktur dan operasional di daerah.
“TKDD ini menjadi instrumen kita untuk bisa mendukung pemerintah daerah menjalankan fungsinya, bukan membebani, yaitu untuk melayani masyarakat,” katanya.
Melihat data realisasi sementara APBN 2021, belanja TKDD telah terserap Rp 785,7 triliun atau 98,8 persen dari target APBN yang sebesar Rp 795,5 triliun.
"Angka yang cukup besar yang bisa menggerakkan ekonomi di daerah. Ini yang mungkin perlu untuk menjadi perhatian kita semua,” katanya.
Dirinya pun mendorong agar TKDD yang juga merupakan suatu instrumen sangat penting harus memerankan peranan yang sama dengan APBN.
Baca Juga: Menkeu Sri Mulyani Sebut Perempuan Motor Utama Penggerak UMKM
“Saya masih melihat teman-teman di daerah APBD-nya belum 100 persen optimal satu sinergi dengan APBN. Jadi waktu APBN-nya mau mendorong ekonomi, banyak APBD-nya malah ngerem sehingga waktu Presiden Jokowi mau ngegas, Anda ngerem sehingga jalannya menjadi tidak optimal, tidak secepat yang kita inginkan,” pungkasnya.