Pemerintah Kembali Buka Ekspor Batu Bara, Pakar: Bisa Memberatkan Rakyat

M Nurhadi Suara.Com
Selasa, 11 Januari 2022 | 09:00 WIB
Pemerintah Kembali Buka Ekspor Batu Bara, Pakar: Bisa Memberatkan Rakyat
Sebuah kapal tongkang pengangkut batubara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Senin (15/2/2021). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kebijakan pemerintah yang sempat melarang ekspor batu bara mendapatkan dukungan dari pengamat ekonomi dan energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi meski mendapat protes dari sejumlah negara.

"Kalau larangan ekspor batu bara tidak diberlakukan menyebabkan PLN menaikkan tarif listrik, akan semakin memberatkan beban rakyat," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (11/1/2021).

Ia juga mengaku turut prihatin dengan kondisi batu bara domestik, karena komoditas ini seharusnya bisa memakmurkan rakyat justru kondisi sebaliknya malah memberatkan rakyat.

Menurutnya, dukungan larangan ekspor batu bara akan terus mengalir sehingga pemerintah harus mempertimbangkan kembali pembukaan ekspor batu bara.

Baca Juga: Pemerintah Indonesia Buka Ekspor Batu Bara Secara Bertahap

Sehingga, pengusaha batu bara memenuhi ketentuan persentase penjualan untuk kebutuhan dalam negeri atau domestic market obligation (DMO).

Untuk diketahui, per 1-31 Januari 2022, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan telah membekukan izin ekspor 490 perusahaan batu bara dari total 619 perusahaan batu bara di Indonesia karena mereka tidak memenuhi DMO.

Bersamaan dengan itu, ada 418 perusahaan batu bara tidak pernah menjalankan komitmen DMO terhitung sejak Januari hingga Oktober 2021. 

Dapat disimpulkan, mereka terus mengeruk batu bara yang digali dari tambang-tambang di Indonesia, lalu menjualnya ke luar negeri dan tidak pernah memenuhi ketentuan DMO.

Fahmi menuturkan, kebijakan larangan ekspor batu bara tersebut dipicu oleh tidak dipenuhinya DMO yang mewajibkan pengusaha untuk memasok batu bara ke PLN sebesar 25 persen dari total produksi per tahun dengan harga 70 dolar AS per metrik ton.

Baca Juga: Perintah Luhut, Kementerian / Lembaga Diminta Pikirkan Nasib Pasokan Batu Bara Buat PLN

Menurut dia, meskipun ada denda bagi pengusaha batu bara yang tidak memenuhi ketentuan DMO, namun dendanya sangat kecil.

"Pada saat harga batu bara membumbung, pengusaha memilih membayar denda untuk lebih mendahulukan ekspor seluruh produksi batu bara ketimbang memasok kebutuhan batu bara PLN sesuai ketentuan DMO," ujarnya.

Kalau kebutuhan PLN tidak segera dipenuhi berpotensi menyebabkan 20 PLTU batu bara dengan daya sekitar 10.850 megawatt akan terjadi pemadaman.

Salah satu solusinya, PLN membeli batu bara di pasar dengan harga sebesar 196 dolar AS per metrik ton. Namun, alternatif ini menyebabkan harga pokok penyediaan listrik (HPP) PLN membengkak yang dapat membuat PLN terpaksa menaikkan tarif listrik untuk mencegah kebangkrutan.

"Kenaikan tarif listrik sesuai harga keekonomian sudah pasti akan menaikkan inflasi yang makin memberatkan beban rakyat dan memperburuk daya beli masyarakat," jelas Fahmy.

Kebijakan tersebut tidak hanya melambungkan harga batu bara dunia hingga mendekati 200 dolar AS per metrik ton, tetapi juga mengancam keberlangsungan pembangkit listrik yang menggunakan energi primer batu bara di berbagai negara.

Fahmi berpendapat, kebijakan larangan ekspor batu bara merupakan wujud semangat nasionalisme dalam mempertahankan sumber daya alam demi kemakmuran rakyat.

"Selain untuk mendahulukan kepentingan dalam negeri juga untuk mengontrol kekayaan alam agar kekayaan alam dapat dimanfaatkan sebesarnya bagi kemakmuran rakyat," katanya.

Namun, kabar terbaru menyebut, kebijakan ini dihentikan oleh pemerintah alias membuka kembali kran ekspor abtu bara pada 13 Januari 2021 nanti.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI