Suara.com - Era digital telah memberikan kemudahan bertransaksi dan berinteraksi. Salah satu terobosan teknologi yang tengah menjadi tren adalah keberadaan aset digital Non-Fungible Token (NFT).
Dalam bahasa sederhana, adalah aset digital yang mewakili barang berharga dengan nilai yang tidak dapat diganti (unik) atau ditukarkan. Setiap NFT memiliki data catatan transaksi di dalam blockchain.
Umumnya data ini berisi tentang informasi penciptanya, harga, dan histori kepemilikannya. Dengan kata lain, NFT ialah sebuah sertifikat kepemilikan pada suatu karya.
Aset digital ini mewakili objek dunia nyata, bisa berupa lukisan, seni musik, item dalam game, ataupun karya seni lainnya. Saat ini NFT dianggap sebagai metode yang praktis untuk transaksi jual-beli karya seni digital.
Baca Juga: Cara Daftar NPWP Online, Lengkap dengan Syarat yang Harus Dipenuhi
Keberadaan aset digital NFT pun mendapat respons dari Direktorat Jenderal Pajak yang mengumumkan bahwa kepemilikan NFT wajib dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) tahun berjalan sesuai nilai pasarnya.
Meski demikian, DJP mengakui bahwa transaksi NFT maupun aset kripto memang belum dikenakan pajak secara khusus karena masih dalam pembahasan pemerintah.
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif IEF Reserach Institute Ariawan Rahmat mengatakan, wacana pengenaan pajak NFT sudah tepat. Meski belum diatur secara khusus, untuk sementara perlakuan transaksi digital bisa mengacu pada Undang-undang yang berlaku atau UU Pajak Penghasilan (PPh), yakni setiap aset atau harta wajib dilaporkan dan bilamana menambah kemampuan ekonomis sudah semestinya dikenakan pajak.
Ariawan menilai, keberadaan NFT justru menjadi momentum yang tepat bagi DJP untuk dua hal. Pertama, untuk profiling Wajib Pajak sekaligus merapikan basis data Wajib Pajak. Kedua, ekstensifikasi untuk menambah pundi penerimaan pajak.
Dalam konteks profiling, misalnya, di Indonesia tidak sedikit prominent people yang memiliki koleksi karya seni bernilai tinggi. Namun, sedikit yang tahu persis nilai ekonomi karya-karya tersebut karena tidak tercatat.
Baca Juga: Mengenal Real Realm: Crypto War, Game Penghasil Uang Berbasis NFT Pesaing Axie Infinity
Apalagi, proses transaksi sektor ini kebanyakan masih berstatus sebagai underground economy sehingga sulit diadministrasikan. Kehadiran NFT ini menjadi pintu masuk untuk mengadministrasikan sektor-sektor underground economy tersebut.
Logikanya, menurut Ariawan, masih banyak barang seni bernilai tinggi itu yang hingga kini belum memiliki sertifikat digital NFT. Dengan adanya teknologi NFT ini, para pemilik karya seni pasti akan melakukan tokenisasi dengan NFT karena dianggap semakin memiliki kejelasan, baik dari sisi nilai ekonomisnya maupun riwayat kepemilikannya.
Selain itu, NFT juga digunakan untuk menghindari pemalsuan maupun pencurian hak kekayaan intelektual.
“Ini namanya saling menguntungkan. Bagi pemilik aset jadi lebih aman, sementara DJP memiliki database baru. Di sinilah kesempatan DJP untuk memperbaiki basis data. Caranya dengan berkoordinasi dengan pemangku kepentingan dalam ekosistem proses tokenisasi tersebut, termasuk berkoordinasi dengan regulatornya, misalnya Bappebti,” kata Ariawan dalam keterangannya, Selasa (11/1/2022).
Sementara dalam konteks ekstensifikasi, DJP sebagai administrator penerimaan menjadi memiliki kejelasan nilai ekonomis atas suatu aset karya seni yang sebelumnya cenderung tidak jelas.
Dengan adanya NFT, kejelasan nilai ekonomi itu menjadi suatu keniscayaan dan bisa dipajaki sesuai ketentuan yang berlaku.
Ariawan mengimbau agar pemerintah dan pembuat kebijakan memanfaatkan momentum ini agar ekosistem NFT bisa diadministrasikan dengan baik dan disiapkan kebijakan yang saling menguntungkan. Apalagi momentum ini juga berbarengan dengan Program Pengungkapan Sukarela (PPS).