Menurut Budi Mulyanto, jika tindak lanjut pernyataan Presiden Jokowi tidak dilakukan secara berhati-hati, akan berpeluang menimbukan dampak kerawanan sosial. Kesalahpahaman seperti ini pernah terjadi di masa lalu.
Pemerintah, kata Budi Mulyanto, juga harus bersikap tegas terhadap pihak-pihak yang dengan sengaja mem-framing seolah-olah sudah ada keputusan final terkait pencabutan lahan HGU yang kini beredar di masyarakat.
"Hiruk-pikuk pencabutan perizinan ini berpeluang menurunkan rangking Ease of Doing Bussiness atau EODB," kata Budi.
Terpisah, pakar hukum kehutanan dan lingkungan, Dr Sadino mengatakan, pemerintah wajib melakukan verifikasi terkait luasan HGU perkebunan yang ditelantarkan seluas 34.448 hektar.
Hal ini, kata Sadino, karena tidak semua HGU perkebunan bisa ditanami. Ada beberapa bagian seperti lahan berpasir, lahan yang diapit sungai atau masuk dalam kawasan High Conservation Value (HVC), tidak bisa dan tidak boleh ditanami.
"Bahkan, disejumlah lahan PT Perkebunan Negara masih banyak lahan yang tidak bisa ditanami. Karena masih berkonflik dengan masyarakat sekitar," kata Sadino.
Sadino juga mengingatkan, pemerintah tidak bisa seenaknya menindak lahan HGU tanpa verifikasi yang transparan.
Pasalnya dalam HGU ada ada amanah dari pelepasan kawasan yang ditingkatkan menjadi hak atas tanah.
"Karena telah berpindah tentunya, kewenangan final di Kementerian ATR/BPN dan bukan KLHK," jelas Sadino.
Baca Juga: Pemerintah Hentikan Dana Pengembangan Vaksin Merah Putih Sejak Januari 2021