Suara.com - Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran memberi rekomendasi agar pemerintah pusat tidak memperpanjang dua dari tujuh izin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) generasi ketiga yang ditandatangani putusan pemerintahan zaman pemerintahan Presiden Soeharto pada 1998.
"Untuk memenuhi prinsip keadilan bagi daerah maka kami meminta pemerintah pusat mengevaluasi perizinan tersebut, diantaranya tidak memperpanjang dua PKP2B atas nama PT Pari Coal dan PT Ratah Coal yang berstatus eksplorasi dan akan berakhir pada tahun 2022," kata Sugianto, Jumat (7/1/2021).
Ia melanjutkan, saat ini ada tujuh perusahaan pemegang izin PKP2B yang diteken sejak 23 tahun lalu di Kalteng, selain selain PT Pari Coal dan PT Ratah Coal juga ada PT Kalteng Coal, PT Maruwai Coal, PT Sumber Barito Coal, PT Juloi Coal dan PT Lahai Coal, dengan luas total 221.109 hektare dan ketujuh perusahaan tersebut bernaung di bawah Grup Perusahaan BHP Biliton dan Adaro Metcoal Company (AMC).
Selanjutnya menciutkan wilayah PKP2B yang berstatus konstruksi atau operasi produksi dan memberikan prioritas untuk mendapatkan IUPK pada area penciutan tersebut kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), sehingga ada kesempatan bagi daerah meningkatkan pendapatan daerah.
Baca Juga: Viral Batu Bara Tumpah di Jalan Poros Kukar, Warganet Ramai Sindir Pemkab dan Kepolisian
"Tindakan tegas ini sejalan dengan kebijakan Presiden Joko Widodo yang mencabut izin 2.078 perusahaan tambang mineral dan batu bara tidak produktif dan tidak aktif membuat rencana kerja," ungkapnya.
Terlebih, menurutnya, pemerintah telah memberikan kesempatan selama ini terhadap perusahaan pemegang PKP2B tersebut untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan meliputi, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi dan operasi produksi.
Sayangnya hingga saat ini belum memberikan konstribusi optimal bagi daerah terhadap penguasaan pengelolaan sumber daya alam yang ada.
Sehingga, tidak hanya yang tidak dikelola, tetapi perusahaan tambang yang tidak berkontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah.
"Dampak-dampak dari perizinan tersebut yang merugikan masyarakat, selain kerusakan alam dan infrastruktur juga tidak berkontribusi bagi peningkatan PAD yang akan digunakan untuk pembangunan di Kalteng," terangnya.
Baca Juga: Penuhi Kebutuhan, Tak Sampai 30 Perusahaan di Kaltim Diizinkan Ekspor Batu Bara, Kenapa?