Suara.com - Pakar Ekonomi Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet menilai program kartu prakerja perlu diarahkan untuk kalangan yang memang memiliki rencana untuk bekerja.
"Kalaupun belum punya rencana kerja, setidaknya dibantu konsultasi untuk pengarahan rencana kerja," ungkap dia ketika dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu (5/1/2021).
Ia berpendapat, ada tipe penerima kartu pra kerja. Pertama ialah mereka yang sesuai dengan pelatihan dan tak sesuai sasaran pelatihan.
Tipe pertama biasanya memilih pelatihan yang cenderung khusus, sperti pedagang yang ingin mengetahui teknik berjualan online atau supir ojek online yang ingin bisa berbahasa Inggris.
"Keberlanjutan kartu prakerja juga harus diimbangi dengan kemampuan menciptakan lapangan kerja yang optimal dari pemerintah," ujar dia.
Idealnya, program kartu prakerja dapat berkolaborasi dengan pihak swasta dan pemerintah untuk mengambil lulus dari program tersebut.
Sehingga, kartu prakerja mendorong program linkage (tautan/hubungan) antara para pencari kerja yang memiliki kecakapan dan sertifikat dengan pemberi kerja yang membutuhkan pekerja tersebut.
Selain itu, kartu prakerja bisa pula diintegrasikan dengan beragam Balai Latihan Kerja (BLK) yang sudah berada dalam naungan Kementerian ketenagakerjaan. Tentu, lanjutnya, perlu didorong revitalisasi terlebih dahulu terhadap BLK.
Terkait prasyarat dalam program kartu prakerja dinilai sudah cukup menimbang para calon penerima telah menyasar ke beragam kelompok pekerja, baik yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) maupun para pencari kerja.
Baca Juga: 2022 Sudah di Depan Mata, Masihkah Ada Bansos?
Berdasarkan dari kriteria pemberi kerja, syarat-syarat yang berlaku untuk mengikuti program kartu prakerja tidaklah cukup. Dalam arti, terdapat persyaratan teknis yang berbeda antara satu pemberi kerja dengan pemberi kerja dengan sektor yang lain.