Defisit Batubara, Indonesia Diambang Krisis Energi?

Rabu, 05 Januari 2022 | 05:30 WIB
Defisit Batubara, Indonesia Diambang Krisis Energi?
Ilustrasi pertambangan batubara. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Indonesia terancam menghadapi krisis listrik akibat defisit pasokan batubara di pembangkit PLN. Ketersediaan batubara diperkirakan di bawah batas aman untuk mencukupi kebutuhan selama 15 hari.

Pemerintah pun melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) baru-baru ini mengeluarkan kebijakan pelarangan ekspor batubara bagi perusahaan batubara.

Kebijakan ini diberlakukan selama satu bulan, terhitung sejak 1 Januari hingga 31 Januari 2022. 

“Keputusan pemerintah yang bahkan harus menarik rem darurat dengan menghentikan secara total ekspor batubara guna menjamin pasokan kebutuhan batubara domestik menunjukkan bahwa kondisi ketahanan energi kita benar-benar tidak aman dan di ambang krisis,” ujar Andri Prasetiyo, peneliti Trend Asia, Selasa (4/1/2022).

Baca Juga: Imbas Krisis Chip, Nintendo Switch Makin Sulit Dibeli pada 2022

Ilustrasi pertambangan batubara. [Shutterstock]
Ilustrasi pertambangan batubara. [Shutterstock]

Masalah pasokan batubara PLN disebabkan karena perusahaan-perusahaan tidak taat memenuhi ketentuan wajib pasok dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO).

Puncak persoalan yang terjadi saat ini sejatinya dapat diprediksi dan seharusnya dapat diantisipasi sejak awal. Sejak pertengahan 2021, ketika harga batubara global mulai melambung, pemerintah sudah menyoroti praktik ketidakpatuhan DMO.

Hingga akhirnya muncul surat keputusan pelarangan ekspor terhadap 34 perusahaan. Praktik sanksi tersebut nyatanya juga tidak mampu memberikan efek jera dalam mendorong kepatuhan.

"Pemerintah sudah terlanjur menempatkan batubara sebagai bauran energi utama dan belum dapat melepaskan diri secara signifikan. Alhasil, ketika rantai pasoknya bermasalah, bayang-bayang krisis energi terasa begitu dekat. Untuk mengatasinya, sanksi tegas berupa pencabutan izin setiap perusahaan yang tidak patuh DMO seharusnya tidak hanya menjadi sebatas ultimatum Presiden, tetapi harus segera dilakukan,” katanya.

Pada tanggal 31 Desember 2021 Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan surat Nomor B-1605/MB.05/DJB.B/2021 tentang pemenuhan kebutuhan batubara untuk kelistrikan umum.

Baca Juga: Krisis Air di Iran Membuat Buaya Mengganas dan Memangsa Manusia

Surat yang ditandatangani oleh Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin itu dikeluarkan untuk merespon surat Direktur Utama PT PLN (Persero) tanggal 31 Desember 2021 perihal krisis pasokan batu bara untuk PLTU PLN dan Independen Power Producer (IPP).

Akibat krisis pasokan batubara di dalam negeri, terdapat 20 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan daya sekitar 10.850 megawatt akan padam dan berpotensi mengganggu kestabilan perekonomian nasional.

"Persediaan batubara pada PLTU Grup PLN dan Independent Power Producer (IPP) saat ini kritis dan sangat rendah. Sehingga akan mengganggu operasional PLTU yang berdampak pada sistem kelistrikan nasional,” tulis surat tersebut, dikutip Senin (3/1/2022).

Data KESDM mencatat, tingkat kepatuhan ratusan perusahaan tambang batubara untuk memenuhi DMO sangat rendah. Dari target tahun 2021 sebesar 137,5 juta ton, realisasi yang tercapai hanya sebesar 63,47 juta ton atau sekitar 46 persen, terendah sejak 2017. 

Hingga akhir 2021, hanya terdapat 85 perusahaan yang telah memenuhi DMO batubara sebesar 25 persen dari rencana produksi tahun 2021. Dari 5,1 juta metrik ton penugasan pemerintah, hingga 1 Januari 2022, haya terpenuhi 35 ribu metrik ton, atau kurang dari 1 persen.

Selain itu, data realisasi DMO oleh PLN menunjukkan perusahaan batubara raksasa yang memegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) juga tidak memenuhi ketentuan DMO oleh pemerintah, semisal PT Arutmin Indonesia. 

Andri memperkirakan, ke depannya ancaman krisis energi yang terjadi akibat minimnya pasokan batubara akibat fluktuasi harga global akan terus berulang jika pemerintah terus bergantung terhadap penggunaan energi kotor ini.

"Hingga saat ini, porsi bauran batubara masih mendominasi dalam sistem ketenagalistrikan nasional. Itu akan menjadi implikasi serius bagi ketahanan energi nasional, begitu pun terhadap upaya percepatan transisi energi nasional," kata Andri.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI