Suara.com - Sebanyak 50-an awak Kapal Riset Baruna Jaya milik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang berstatus non-Pegawai Negeri Sipil (PNS) diberhentikan. Mereka juga tidak menerima pesangon. Persoalan tersebut terjadi setelah dilebur ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko angkat suara. Tri mengatakan hal itu sesuai dengan regulasi. Honorer di lembaga pemerintah selalu berbasis kontrak tahunan, dan wajib diberhentikan pada akhir tahun anggaran.
"Dan tentu tidak ada pesangon. Kalau ada pesangon itu melanggar hukum. Di kontrak yang mereka tanda tangani pasti tertera hal tersebut," kata Laksana kepada media, Minggu (2/1/2022).
Menurut dia hampir seluruh periset Baruna Jaya merupakan pegawai kontrak dan akan berhenti jika waktu kontrak habis dan biasanya kontrak habis dipenghujung tahun.
Baca Juga: Sejarah Lembaga Eijkman: Rumah Jutaan Riset di Tengah Isu Pemberhentian Tak Layak Peneliti
"Setiap tahun pemberhentian selalu dilakukan, karena memang harus seperti itu. Selama ini kebiasaannya seperti diperbarui secara otomatis kontraknya," katanya.
"Dan dengan penggabungan seluruh kapal riset, tentu armada kapal riset menjadi lebih slim, dan kami tidak bisa memperbarui semua kontrak," pungkasnya.