Suara.com - Sebanyak 10 ribu karyawan PT Pertamina bakal mengikuti aksi mogok kerja yang diinisiasi oleh Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu atau FSPPB mulai Rabu (29/12) besok.
Ancaman aksi mogok kerja yang dilayangkan FSPPB di sejumlah titik strategis berisiko menghambat aktivitas bisnis PT Pertamina, termasuk soal distribusi BBM.
Guru Besar Hukum Ketenagakerjaan Universitas Indonesia, Aloysius Uwiyono mengatakan serikat pekerja tidak seharusnya hanya mengajukan tuntutan secara agresif, tetapi juga sebaiknya membuka diri terkait dengan segala upaya penyelesaian yang telah ditempuh oleh perusahaan pelat merah itu.
"Serikat pekerja jangan hanya menuntut saja tetapi juga membuka hati. Kalau bisa mogok kerja itu tidak dijalankan, Jadi harus musyawarah untuk mufakat," kata Aloysius kepada wartawan, Selasa (28/12/2021).
Dia menambahkan, aksi ini juga berisiko merugikan pekerja yang tergabung di dalam FSPPB. Sebab, jika perusahaan tidak bisa beroperasi akan menimbulkan efek yang cukup besar lantaran terhambatnya pasokan minyak.
"Pastilah mengganggu pasokan minyak karena mereka demo kan tidak bekerja. Dstribusi minyak juga terhambat," ujar dia.
Sementara itu, Federasi Serikat Pekerja atau FSP BUMN Bersatu menilai ancaman mogok kerja yang dilayangkan oleh FSPPB kontraproduktif dan berisiko menghambat proses pemulihan ekonomi nasional.
Pasalnya, Pertamina merupakan perusahaan pelat merah yang memiliki peran vital dalam perekonomian negara. Selain itu, oeprasional bisnis Pertamina juga menyangkut dengan hajat hidup orang banyak.
Dengan demikian, ancaman mogok itu merugikan sebagian besar pekerja Pertamina dan mengancam keberlangsungan usaha masyarakat yang selama ini mendapatkan efek berganda dari bisnis perusahaan tersebut.
Baca Juga: Kenaikan Harga Gas Elpiji Nonsubsidi
"Kami menyayangkan rencana aksi mogok tersebut, karena tidak sesuai dengan tujuan berorganisasi dari serikat pekerja," kata Sekjen FSP BUMN Bersatu Tri Sasono.