Suara.com - Anggota DPR, Firman Subagyo meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia untuk memeriksa kemungkinan adanya kejahatan perbankan dalam kasus salah transfer di salah satu bank BUMN senilai Rp 32 miliar.
"Sebaiknya direksi hingga komisaris perlu diminta keterangan terkait salah transfer. Pasalnya dengan akumulasi nilai yang fantastis hingga mencapai Rp 30 miliar patut diduga ada unsur kesengajaan, kejahatan atau unsur lain yang harus diteliti yang sangat merugikan nasabah,” kata Firman Subagyo dalam keterangan persnya, Selasa (28/12/2021).
Asal tahu saja pada Selasa, 21 Desember 2021 lalu, nasabah prioritas BRI bernama Indah Harini, melalui kuasa hukumnya, mengumumkan menggugat bank BUMN tersebut sebesar Rp 1 triliun atas kerugian materiil dan immateriil akibat kasus salah transfer yang menyebabkan dirinya dikriminalisasi menggunakan UU Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Transfer Dana.
Kasus ini menyedot perhatian publik lantaran besarnya nilai transfer oleh BRI, yang disebut sebagai salah transfer dengan keterangan Invalid Kredit Account Currency dan lamanya waktu sebelum pihak bank mempermasalahkan dana fantastis yang telah ditransfernya, yakni memakan waktu sekitar 11 bulan.
Baca Juga: Klaim Aspirasi Tak Terwujud karena Dikalahkan Mayoritas di DPR, PKS Minta Rakyat Maklumi
Menurut keterangan resmi kuasa hukum Indah, sejak 1 Desember 2019 sampai sebelum 6 Oktober 2020, BRI tidak pernah mempermasalahkan transfer dana tersebut.
Namun pada 6 Oktober 2020, seorang account officer BRI, yang biasa melayani Indah sebagai nasabah prioritas, menelepon dan memberi tahu bahwa telah terjadi kekeliruan dalam transaksi tabungan valas miliknya, dengan angka fantastis sebesar GBP 1,714,842.00 yang diterima Indah pada kurun waktu 25 November 2019 sampai 15 Desember 2019.
"Regulator sebaiknya tidak mendiamkan kasus seperti ini. Khawatirnya bisa menjadi preseden buruk bagi industri perbankan, khususnya bagi bank pelat merah,” kata Firman.
Pemimpin Kantor Cabang Khusus BRI Akhmad Purwakajaya, sebelumnya, mengatakan kejadian tersebut terjadi pada tahun 2019 di mana Indah Harini telah menerima dana yang bukan haknya di rekeningnya di BRI dengan nilai lebih dari Rp 30 miliar.
Akhmad pun mengatakan sesuai dengan pasal 85 UU No.3/2011 menyampaikan bahwa, "Setiap orang yang dengan sengaja menguasai dan mengakui sebagai miliknya dana hasil transfer yang diketahui atau patut diketahui bukan haknya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda Rp 5 miliar".
Baca Juga: Catatan Setahun Kinerja DPR; Tumpul, Tak Punya Sikap Kritis dan Manut pada Pemerintah
"Berdasarkan hal diatas, sesuai kewajiban hukum, yang bersangkutan wajib mengembalikan dana yang bukan menjadi hak," kata Akhmad saat dikonfirmasi Suara.com.
Lebih lanjut menjelaskan pada kejadian tersebut, BRI melakukan investigasi lebih dulu, dan dilanjutkan dengan berbagai langkah persuasif agar yang bersangkutan mengembalikan dana yang bukan miliknya kepada BRI.
"Namun demikian karena yang bersangkutan tidak memiliki itikad baik untuk mengembalikan dana yang bukan haknya tersebut kepada BRI, maka untuk menyelesaikan hal tersebut BRI telah menempuh jalur hukum secara pidana dan saat ini yang bersangkutan telah ditetapkan sebagai tersangka. Oleh karenanya, BRI menghormati proses hukum yang sedang berlangsung."