Suara.com - Aksi mogok kerja yang rencananya dilakukan karyawan Pertamina menurut pengamat ketenagakerjaan Aloysius Uwiyono adalah hak dasar pekerja jika dilakukan secara sah dan damai.
Pengamat Aloysius baru-baru ini memang menanggapi polemik internal PT Pertamina (Persero) yang belum usai. Ancaman mogok kerja karyawan Pertamina dibalas larangan oleh Kementerian BUMN karena khawatir berdampak kepada aktivitas penyedian bahan bakar minyak (BBM) kepada masyarakat.
“Boleh saja mogok asalkan didahului dead lock [jalan buntu], sehingga mogok adalah jalan terakhir setelah negosiasi tidak memenuhi sasaran. Tanpa pengecualian pekerja Pertamina dapat melakukan mogok,” kata dia, dikutip dari Solopos.com --jaringan Suara.com, pada Jumat (24/12/2021).
Dengan demikian, menurut dia, pemerintah tidak bisa asal melarang karena hal itu jadi hak mereka, terlebih, pekerja diklaim sudah menempuh perundingan dengan manajemen dan tidak mencapai kesepakatan.
Baca Juga: Jadi Presiden Satria Muda, Baim Wong Dinilai Bisa Tingkatkan Pamor Basket Indonesia
Lebih jauh, hak pekerja ini disampaikan melalui Pasal 137 UU No. 13 Tahun 2003 yang menjelaskan bahwa mogok kerja adalah hak karyawan sebagai akibat gagalnya perundingan.
“Keputusan [Wamen BUMN] tersebut bertentangan dengan UU NO13/2003 ttg Ketenagakerjaan,” kata dia.
Untuk informasi, Wakil Menteri BUMN I Pahala Nugraha Mansury mengatakan, mogok kerja Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) bisa berdampak pada ketersediaan BBM kepada masyarakat, sehingga Kementerian BUMN melarang aksi tersebut.
“Penyediaan BBM adalah aktivitas strategis nasional pemogokan dilarang. Kami imbau agar tidak dilakukan karena dilarang,” ujarnya.
Namun demikian, Serikat pekerja PT Pertamina (Persero) tidak bergeming dan memastikan akan tetap melaksanakan rencana mogok kerja.
Baca Juga: Satria Muda Tunjuk Baim Wong sebagai Presiden Klub
Juru Bicara Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) Marcellus Hakeng Jayawibawa mengatakan pihaknya enggan menanggapi adanya larangan dari Kementerian BUMN.
Pertamina sendiri sudah menyiapkan antisipasi aksi mogok kerja tersebut. Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman menyebut, pihaknya telah memiliki satuan tugas Nataru yang dilengkapi dengan PICC (Pertamina Integrated Command Center) yang akan melakukan monitoring selama 24 jam.