Suara.com - Deputi Bidang Restrukturisasi Usaha Kementerian Koperasi dan UKM, Eddy Satria mengatakan, pihaknya belum mendengar adanya wacana dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), yang yang akan melabeli "Berpotensi Mengandung BPA" terhadap kemasan galon guna ulang. Saat ini, air minum isi ulang merupakan sumber air minum yang paling banyak digunakan di Indonesia.
Sekitar 3 dari 10 rumah tangga di Indonesia (31,1%) menggunakan air minum isi ulang untuk keperluan minumnya.
“Kami baru dengar tentang ini, tapi mungkin hal itu lebih baik dikoordinasikan dulu dan juga mendengar masukan asosiasi terkait. Saya akan pelajari dulu,” ujar Eddy Satria, dalam keterangan tertulisnya, Senin (20/12/2021).
Menurutnya, dalam mengeluarkan kebijakan, BPOM seharusnya berkoordinasi dan mendengarkan masukan dari asosiasi depot air minum isi ulang.
Baca Juga: 3 Lokasi Bazar UMKM Selama Muktamar ke-34 NU di Lampung
Sebelumnya, Ketua Asosiasi di Bidang Pengawasan dan Perlindungan terhadap Para Pengusaha Depot Air Minum (Asdamindo), Erik Garnadi, dengan tegas menolak wacana BPOM yang akan melabeli berpotensi mengandung BPA terhadap air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang.
“Kami juga tidak tidak diundang BPOM dalam pertemuan konsultasi publik terkait rencana pelabelan tersebut,” tuturnya.
Kata Erik, galon guna ulang berbahan polikarbonat ini sudah digunakan sejak puluhan tahun lalu dan belum ada laporan itu berbahaya. BPOM juga sudah melakukan uji klinis terhadap galon itu dan dinyatakan lulus uji dan aman dikonsumsi baik bayi dan ibu hamil.
“Kenapa sekarang tiba-tiba galon berbahan BPA dipermasalahkan dan malah ada wacana melabeli BPA Free? Ini seperti ada persaingan bisnis di dalamnya,” ucap Erik.
Menurutnya, wacana pelabelan BPA terhadap kemasan galon guna ulang ini bisa merugikan para pengusaha depot air minum isi ulang. Padahal pemerintah menggembor-gemborkan pengentasan kemiskinan, apalagi di tengah pandemi Covid-19.
Baca Juga: Menteri Bahlil Minta Perusahaan Besar Ikut Bantu UMKM Agar Naik Kelas
“Saya berharap, permasalahan ini segera diselesaikan secara tuntas. Yang jelas, Asdamindo tidak setuju dengan aturan tersebut,” ucapnya.
Perlindungan terhadap UMKM ini telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. KemenkoUKM sendiri telah peningkatan kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi 65 persen pada 2024.
Saat membuka Rapat Koordinasi Bidang Koperasi dan UMKM Tahun 2021 di Yogyakarta pada April 2021, MenkopUKM Teten Masduki mengatakan, proporsi dan peran UMKM dalam perekonomian nasional memerlukan peningkatan kerja terpadu, harmoni dan sinergi antar kementerian lembaga, bersama dinas yang membidangi UMKM seluruh Indonesia.
“Hal itu agar mampu mendorong pertumbuhan dan berkembangnya UMKM di Indonesia,” katanya.