Suara.com - Wall Street lebih rendah pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), terbebani oleh saham Big Tech karena investor khawatir tentang virus Corona varian Omicron dan mencerna keputusan Federal Reserve untuk mengakhiri stimulus era pandemi lebih cepat.
Dikutip dari kantor berita Antara, Indeks Dow Jones Industrial Average anjlok 1,48 persen atau 532,20 poin menjadi menetap di 35.365,44 poin. Indeks S&P 500 jatuh 1,03 persen atau 48,03 poin, menjadi berakhir di 4.620,64 poin. Indeks Komposit Nasdaq tergelincir 0,07 persen atau 10,75 poin menjadi ditutup di 15.169,68 poin.
Ketiga indeks saham utama Amerika Serikat (AS) berakhir dengan mencatat penurunan selama seminggu setelah The Fed pada Rabu (15/12/2021) mengisyaratkan kenaikan suku bunga tiga perempat poin persentase hingga akhir 2022 untuk memerangi lonjakan inflasi.
Untuk minggu ini, S&P 500 turun 1,9 persen, Dow kehilangan 1,7 persen dan Nasdaq turun 2,9 persen.
Baca Juga: Sosok Nyata 'Wolf of Wall Street' Sebut Pencipta Kripto DOGE dan SHIB Layak Dipenjara
Nvidia merosot 2,1 persen dan Alphabet turun 1,9 persen, keduanya membebani S&P 500 dan Nasdaq.
Indeks saham pertumbuhan S&P 500 kehilangan 0,7 persen dan indeks value stocks (saham yang harganya di bawah nilai intrinsiknya) S&P 500 jatuh 1,4 persen.
Semua dari 11 indeks sektor utama S&P 500 berakhir di zona merah, dengan sektor keuangan memimpin kerugian dengan penurunan 2,3 persen, diikuti sektor energi kehilangan 2,2 persen.
Menambah ketidakpastian, Pfizer mengatakan pada Jumat (17/12/2021) bahwa pandemi dapat berlanjut hingga tahun depan. Negara-negara Eropa bersiap untuk perjalanan lebih lanjut dan pembatasan sosial serta sebuah penelitian memperingatkan bahwa varian virus corona Omicron yang menyebar dengan cepat lima kali lebih mungkin menginfeksi orang daripada pendahulunya, Delta.
Pedagang menunjuk pada penjualan pajak akhir tahun dan berakhirnya opsi saham secara bersamaan, indeks saham berjangka dan kontrak opsi indeks - yang dikenal sebagai triple witching - sebagai penyebab potensial volatilitas.
Baca Juga: Selangkah Lagi Grab Bakal IPO di Amerika Serikat, Pakar: Persaingan Makin Agresif
"Ini adalah hari kedaluwarsa opsi yang besar," kata Joe Saluzzi, co-manager perdagangan di Themis Trading di Chatham, New Jersey. "Dan sekarang Anda menggambar di atas itu beberapa Omicron, dan Anda memiliki volatilitas, dan saya pikir itu menciptakan banyak ketidakpastian di antara investor. Di mana Anda akan memposisikan untuk akhir tahun?"
Saham pertumbuhan kelas berat termasuk Nvidia dan Microsoft telah mengungguli pasar yang lebih luas pada tahun 2021, sementara indeks Philadelphia SE Semiconductor telah melonjak sekitar 35 persen. Indeks acuan S&P 500 naik sekitar 23 persen pada periode yang sama.
Di catatan positif, indeks Russell 2000 yang melacak saham berkapitalisasi kecil naik 1,0 persen setelah jatuh lebih dari 10 persen dari rekor tertinggi di awal November.
Dengan berakhirnya opsi, volume di bursa AS melonjak menjadi 16,6 miliar saham, jauh di atas rata-rata 11,9 miliar selama 20 hari perdagangan terakhir.
Dalam sesi Jumat (17/12/2021), Oracle jatuh 6,4 persen setelah Wall Street Journal melaporkan pembuat perangkat lunak perusahaan itu sedang dalam pembicaraan untuk membeli perusahaan catatan medis elektronik Cerner dalam kesepakatan yang dapat bernilai 30 miliar dolar AS. Saham Cerner melonjak 12,9 persen.