Hindari Saham Rokok Setelah Wacana Cukai Dinaikkan

Iwan Supriyatna Suara.Com
Rabu, 15 Desember 2021 | 09:49 WIB
Hindari Saham Rokok Setelah Wacana Cukai Dinaikkan
Ilustrasi puntung rokok. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Cukai rokok dipastikan naik tahun depan. Hal ini dipastikan oleh Menteri Keuangan RI Sri Mulyani. Kenaikan UMP yang rendah dibanding cukai rokok yang tinggi juga akan memberi dampak negatif terhadap rokok.

Terlebih lagi melihat tren marjin laba dua perusahaan besar rokok yang terus turun dari tahun ke tahun.

"Kami memperkirakan kenaikan cukai rokok ini akan memberatkan saham sektor rokok. Karena akan menekan kinerja marjin laba dan juga penjualan sektor rokok.
Jadi para investor bisa menghindari saham-saham sektor rokok saat ini," ditulis Team Emtrade, Rabu (15/12/2021).

Rata-rata kenaikan cukai adalah 12% dan khusus untuk Sigaret Kretek Tangan (SKT) ditetapkan 4,5%.

Baca Juga: Tarif Cukai Rokok Naik, Bagaimana dengan Cukai Anggur dan Miras?

“Hari ini Bapak Presiden telah menyetujui dan sesudah dilakukan rapat koordinasi di bawah Bapak Menko Perekonomian, kenaikan cukai rata-rata rokok adalah 12 persen. Tapi untuk Sigaret Kretek Tangan (SKT), Presiden meminta kenaikan 5 persen, jadi kita menetapkan 4,5 persen maksimum,” kata Sri Mulyani.

Hasilnya, tahun depan harga rokok per bungkus isi 20 batang bisa mencapai Rp 40.100/bungkus.

Kenaikan ini untuk pengendalian konsumsi rokok untuk kesehatan. Di samping itu Sri Mulyani berujar juga memperhatikan perlindungan buruh, petani, dan insutri rokok.

“Kenaikan itu pun bukan hanya mempertimbangkan isu kesehatan, tetapi juga memperhatikan perlindungan buruh, petani, dan industri rokok,” kata Menkeu.

Kenaikan cukai ini dapat meningkatkan beban karena berkontribusi >40% dari total biaya produksi rokok. Pastinya ini akan membuat marjin laba kotor (GPM) dan marjin laba bersih (NPM) bisa terkikis.

Baca Juga: Pemerintah Naikkan Cukai, 1.200 Lebih Buruh Rokok di DIY Bakal Kena PHK

HJE minimum tahun depan membuat harga rokok menjadi barang mahal.
Satu sisi, Upah Minimum Pegawai (UMP) ditetapkan naik hanya 1% tahun depan membat tingkat konsumsi rendah.

HJE minimum yang tinggi dan kenaikan UMP yang kecil bisa membuat produsen rokok tidak leluasa untuk menaikan harga jual.

Perusahaan besar di sektor rokok sudah mengalami penurunan marjin secara struktural karena cukai yag terus naik.

Marjin laba kotor maupun laba bersih dua perusahaan besar rokok terus menyusut tiap kuartalnya.

GPM HMSP 15,7% pada kuartal ketiga 2021,. Angka ini menyusut dari 28,9% pada kuartal ketiga 2011. Begitu juga dengan NPM 5,7% dibandingkan dengan 15,9%.
Sementara itu, GPM GGRM pada kuartal ketiga 2021 sebesar 12,2%, susut dari kuartal ketiga 2011 sebesar 25,9%. NPM sebesar 5,8% turun dari 11,7%.

Jika dibandingkan dari 10 tahun lalu, marjin sudah menyusut hingga 50% lebih. Kami perkirakan hal ini akan berlanjut di 2022.

Kenaikan cukai rokok juga senjata bagi Sri Mulyani untuk menurunkan tingkat produksi nasional.

Harapan Bu Menteri, produksi nasional bisa turun 3% menjadi 310,4 miliar batang tahun 2022.

Berdasarkan historis, produksi rokok nasional sudah mengalami tren turun sejak 2017. Makin diperparah pada tahun 2020 karena pandemi.

Jika target tercapai, maka produksi rokok nasional akan trurun 13,1% dari puncak produksi tahun 2016.

Produksi yang turun juga jadi faktor rendahnya konsumsi selain karena cukai yang tinggi.

Pada tahun 2020, penjualan rokok nasional sebesar 276,3 miliar batang. Jumlah ini turun 12,45% dari puncak penjualan tahun 2016.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI