Suara.com - Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (HPP) yang turut mengatur kenaikan pajak penghasilan orang Pribadi atau PPh OP dinilai sudah memenuhi unsur keadilan sosial.
Untuk diketahui, melalui UU HPP, setiap orang yang memiliki penghasilan di atas Rp 5 miliar, akan dikenakan pajak 35 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kenaikan tarif pajak bagi PPh OP ini didasari kenyataan bahwa banyak orang yang berpenghasilan super tinggi alias 'kaya kebangetan'.
"Banyak orang di Indonesia yang menjadi relatif sangat ekstrem kaya, pendapatannya sangat tinggi. Maka kami tambahkan bracket yang paling atas," kata Sri Mulyani dalam sosialisasi UU HPP secara virtual di Jakarta, Selasa (14/12/2021).
Baca Juga: Menkeu Sri Mulyani Ingin Desain Pajak Netral, Efisien dan Adil
Dalam draft UU HPP tersebut, pemerintah memiliki formulasi baru terkait tarif pajak yang diterapkan atas penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri.
Pasal 17 UU HPP mengatur sejumlah formulasi tarif pajak baru tersebut berdasarkan lapisan penghasilan.
Lapisan pengasilan pertama, jika wajib pajak tersebut memiliki penghasilan Rp60 juta maka pajak yang harus dibayarkan sebesar 5 persen.
Lapisan penghasilan kedua, jika wajib pajak memiliki penghasilan Rp 60 juta - Rp 250 juta, pajak yang harus dibayarkan sebesar 15 persen.
Selanjutnya lapisan penghasilan ketiga di atas Rp 250 juta sampai Rp 500 juta terkena pajak 25 persen.
Baca Juga: CEK FAKTA: Jokowi Muak Sri Mulyani Berkhianat Bongkar Kebusukan Pemerintah, Benarkah?
Lapisan penghasilan keempat dengan penghasilan sebesar Rp 500 juta - Rp 5 miliar dikenakan tarif pajak 30 persen.
Terakhir, lapisan penghasilan kelima, dengan pendapatan Rp 5 miliar ke atas akan dipungut pajak 25 persen. Kelompok penghasilan inilah yang disinggung Sri Mulyani.
Sementara tarif untuk wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap sebesar 22 persen. Tarif pajak ini kesemuanya akan berlaku pada Tahun Pajak 2022.