Suara.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan reformasi di bidang perpajakan sangat penting karena backbone utama pendapatan APBN berasal dari penerimaan perpajakan.
Pernyataan tersebut disampaikan Sri Mulyani dalam acara Sosialisasi UU HPP yang dilakukan secara virtual pada Selasa (14/12/2021).
“Kita ingin mendesain pajak yang netral, yang efisien, yang fleksibel, yang menjaga stabilitas, yang adil (karena pajak adalah bagian yang tidak hanya untuk stabilitas tapi juga menciptakan keadilan, yang lemah tidak dipungut pajak bahkan dibantu, yang punya kemampuan membayar sesuai kemampuan untuk membayar kewajiban perpajakannya), dan tentu reformasi pajak harus memberikan kepastian dan kesederhanaan,” katanya.
Langkah reformasi yang diambil, yakni dengan melakukan penguatan administrasi perpajakan (KUP), program pengungkapan sukarela wajib pajak (PPS), serta perluasan basis perpajakan yang bertujuan untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan melalui perbaikan kebijakan dalam PPh, PPN, Cukai dan pengenalan pajak karbon.
Baca Juga: Sri Mulyani Minta Orang-orang Tajir Buang Uang di Indonesia saat Musim Liburan
Dalam UU HPP, pemerintah mengeluarkan kebijakan Program Pengungkapan Sukarela (PPS), yang diberlakukan mulai 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022.
Program ini memberikan kesempatan bagi Wajib Pajak untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela.
Guna mendukung APBN berkelanjutan yang ramah lingkungan, UU HPP juga menerapkan skema pajak karbon yang ditujukan untuk mengendalikan peningkatan emisi gas rumah kaca di atmosfer yang dapat menyebabkan kenaikan suhu permukaan bumi.
Hal ini juga selaras dengan komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebanyak 29 persen dengan usaha sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional pada tahun 2030 sesuai dengan konvensi perubahan iklim (Paris Agreement) yang sudah disepakati dalam Nationally Determined Contribution (NDC).
“Saya tahu semua stakeholders pasti ingin keinginannya masuk di dalam peraturan ini. Namun karena kita hidup dalam mengelola Indonesia yang begitu bhinneka, maka kita perlu untuk membangun sebuah rezim pajak yang bisa merefleksikan kebutuhan yang begitu beragam. Azas dan tujuannya adalah keadilan, kesederhanaan, efisiensi, adanya kepastian hukum, asas manfaat, dan azas kepentingan nasional. Yang kita perjuangkan ini kepentingan nasional,” tegasnya.
Baca Juga: Ekonomi RI Mulai Pulih Tapi Ancaman Meroketnya Inflasi di Depan Mata
UU HPP adalah hasil kolaborasi seluruh pemangku kepentingan. Dalam proses pembahasan maupun penyusunan aturan pelaksananya akan dilakukan dengan mengedepankan kepentingan masyarakat dan pembangunan nasional, serta mendengarkan masukan dan aspirasi berbagai pihak agar setiap rupiah pajak yang dibayarkan dapat dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
“Kami sampaikan terima kasih DPR telah menyerap banyak sekali aspirasi dari masyarakat dan seluruh stakeholder, dan kami dari Pemerintah mencoba untuk menjaga agar reformasi perpajakan ini betul-betul mencerminkan azas keadilan, kemampuan kita untuk mengumpulkan penerimaan pajak yang kuat tapi simple, regulasinya sederhana, dan juga menjaga kepentingan perekonomian Indonesia hari ini dan kedepan,” tegasnya.
Menkeu juga mengakui bahwa koordinasi dengan para pembayar pajak dan dunia usaha terus diperbaiki dan ditingkatkan.
“Saya berterima kasih kepada seluruh pembayar pajak yang selama ini sudah patuh dan terus melakukan kewajibannya dalam situasi Covid yang saya sangat paham memang sangat berat. Pemerintah mencoba terus memperhatikan kebutuhan Bapak dan Ibu sekalian. Ayo kita sama-sama memulihkan ekonomi Indonesia karena setiap uang pajak yang kita terima akan kembali lagi ke masyarakat dan ke dunia usaha,” tutup Menkeu.