Inflasi AS Meroket 6,8 Persen, Sri Mulyani: Kita Harus Jaga Diri

Selasa, 14 Desember 2021 | 11:45 WIB
Inflasi AS Meroket 6,8 Persen, Sri Mulyani: Kita Harus Jaga Diri
Menkeu Sri Mulyani dalam konfrensi pers virtual pada Senin (13/12/2021). [Tangkapan Layar]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku sedang mengamati dengan serius perkembangan laju inflasi di sejumlah negara maju seperti di Amerika Serikat (AS) dan Eropa.

Menurutnya kenaikan laju inflasi ini harus tetap diwaspadai karena bisa berdampak pada gejolak ekonomi.
 
Sri Mulyani berujar dengan naiknya angka inflasi ini membuat otoritas terkait bakal lebih cepat merespon kebijakan dengan melakukan pengetatan moneter.

"Kami bisa langsung proyeksikan bahwa tekanan kepada otoritas moneter untuk melakukan pengetatan semakin besar," kata Sri Mulyani dalam sebuah webinar Tempo Economic Briefing 2022, Selasa (14/12/2021).

Asal tahu saja inflasi AS mencapai level tertinggi dalam empat dekade pada November, akibat permintaan konsumen yang kuat diperparah dengan kendala pasokan terkait pandemi.

Baca Juga: Ogah Bergantung Asing, Menkeu Sri Mulyani Janji Lebih Kreatif Tarik Utang di Tahun Depan

Departemen Tenaga Kerja AS mengatakan indeks harga konsumen-yang mengukur besaran yang dibayarkan konsumen untuk barang dan jasa-naik 6,8 persen pada November dari bulan yang sama tahun lalu.

Sehingga, kata dia, respons kebijakan Eropa dan Amerika Serikat inilah yang bakal berimbas kepada negara berkembang, tak terkecuali Indonesia. Padahal saat ini, Indonesia tengah mengalami pemulihan ekonomi akibat pandemi yang mulai terkendali.

"Respon kebijakan baik di AS maupun Eropa yang berfokus pada penanganan inflasi dan menjaga pemulihan ekonomi pasti memiliki spill over atau berimbas ke negara berkembang termasuk emerging markets dan Indonesia. Kita harus menjaga diri," katanya.

Menurutnya fenomena ini harus dilakukan pembahasan bersama dengan negara yang tergabung dalam anggota G-20 untuk membahas exit policy dan scarring effect.

Dengan begitu, ia berharap kalibrasi kebijakan bersama dapat mendorong seluruh negara bisa pulih secara bersama-sama tanpa menghambat negara lain untuk pulih akibat efek rambatan.

Baca Juga: Sedih Melihat Anak Kecil Merokok, Jadi Alasan Kuat Sri Mulyani Kerek Tarif Cukai

"Pemulihan ekonomi tidak berjalan secara linier, mulus dan mudah. Pasti akan ada jalan yang terjal bahkan berkelok-kelok. Kami akan terus responsif, fleksibel, dan waspada," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI