Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan, Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Risiko Rico Amir mengatakan penarikan utang ini lebih rendah dibanding outlook penarikan utang sepanjang 2021 yang sebesar Rp1.026 triliun.
Riko memaparkan bahwa Pemerintah menargetkan pembiayaan pada tahun 2022 sebesar Rp 973,6 triliun yang dilakukan baik melalui penerbitan SBN, maupun pelaksanaan pinjaman.
Dalam pembiayaan tersebut, dimungkinkan fleksibilitas antara penerbitan SBN dengan penarikan pinjaman, serta penggunaan SAL/SILPA.
“Jadi kalau dalam tahun berjalan, misalnya bulan Februari bulan Maret ataupun bulan Mei Juni, ada penerbitan SBN, ada pelaksanaan pinjaman, ini artinya bukan Pemerintah itu melakukannya secara sporadis, tapi tentu dalam satu kerangka rencana APBN satu tahun,” kata Rico dalam konfrensi pers virtualnya, Senin (13/12/2021).
Di tengah tantangan pasar keuangan dan pembiayaan tahun 2022, Riko melihat peluang dan faktor pendukung pembiayaan, salah satunya adalah APBN yang semakin berkinerja baik ditunjang penerimaan yang tumbuh dan belanja yang optimal.
“Dengan hal-hal tersebut, maka kita melakukan pembiayaan utang dengan strategi dan mitigasi risiko yang sangat terukur, dimana tadi yang pertama adalah fleksibilitas pembiayaan, kemudian penyesuaian target dan timing lelang, optimalisasi penerbitan SBN ritel, optimalisasi pembiayaan non-utang, melanjutkan koordinasi dengan BI dan otoritas terkait, dan tentunya seperti yang kita harapkan adanya potensi pengurangan pembiayaan”, ungkapnya.