Suara.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan, pemerintah akan terus mendukung dan mengembangkan kebijakan penarikan utang atau pembiayaan yang lebih kreatif dan inovatif pada tahun 2022.
Salah satu yang dilakukan adalah dengan penguatan peran BUMN, Badan Layanan Umum (BLU), Sovereign Wealth Fund (SWF), dan Special Mission Vehicle (SMV), serta mendorong skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) yang lebih masif.
“Kita telah memiliki SWF INA (Indonesia Investment Authority), kita punya SMV yang telah membangun berbagai blended finance, seperti SDG Indonesia One dari PT SMI (Sarana Multi Infrastruktur). Ini adalah bertujuan untuk terus menciptakan peluang bagi masuknya modal-modal secara produktif dan di sisi lain mengurangi risiko pembiayaan, terutama yang berasal dari utang,” kata Sri Mulyani secara daring dalam Investor Gathering 2021, Senin (13/12/2021).
Pemerintah juga telah melakukan optimalisasi sumber pembiayaan non utang melalui Sisa Anggaran Lebih (SAL) dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA), serta pemanfaatan pinjaman program dari lembaga multilateral dan bilateral berbasis penanganan Covid-19 dengan bunga ringan.
Baca Juga: Sedih Melihat Anak Kecil Merokok, Jadi Alasan Kuat Sri Mulyani Kerek Tarif Cukai
Selain itu, koordinasi dan kerja sama juga terus dilakukan antara pemerintah dengan Bank Indonesia (BI) melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) I sampai dengan III.
“Ini juga merupakan bagian strategi kami bersama Bank Indonesia untuk memberikan guidance kepada market, kepada stakeholders mengenai bagaimana otoritas fiskal dan moneter bekerja sama, bahu membahu, namun saling memberikan peranan yang independen dan juga tekanan kepada kredibilitas masing-masing otoritas,” ujarnya.
Lebih lanjut, dia mengungkapkan selain dengan BI, kerja sama juga dilakukan pemerintah dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), juga dengan self-regulatory organization, seperti Bursa Efek Indonesia, Kliring Penjaminan Efek Indonesia, Kustodian Sentral Efek Indonesia, dan investor-investor dalam public private partnership.
“Tujuannya agar kami bisa bersama-sama menciptakan sinergi yang positif, sinergi yang efektif untuk mengawal pemulihan ekonomi Indonesia yang tetap akan diadakan pada potensi dinamika global yang tidak selalu mudah. Capaian yang sudah kita capai akan menjadi fondasi yang kuat bagi kita untuk mengawal pemulihan ekonomi nasional," katanya
"Kita ciptakan kembali kesempatan kerja. Kita turunkan kembali kembali kemiskinan yang sempat meningkat, kita perbaiki kehidupan masyarakat, kita bangun produktivitas dan competitiveness," pungkasnya.
Baca Juga: Pemerintah Akan Tarik Utang Rp973 Triliun Tahun Depan
Sebelumnya, Kementerian Keuangan menargetkan pada tahun depan berencana menarik utang hampir Rp973,6 triliun untuk menutup defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2022. Jumlah itu setara 5,2 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan, Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Risiko Rico Amir mengatakan penarikan utang ini lebih rendah dibanding outlook penarikan utang sepanjang 2021 yang sebesar Rp1.026 triliun.
Riko memaparkan bahwa Pemerintah menargetkan pembiayaan pada tahun 2022 sebesar Rp 973,6 triliun yang dilakukan baik melalui penerbitan SBN, maupun pelaksanaan pinjaman.
Dalam pembiayaan tersebut, dimungkinkan fleksibilitas antara penerbitan SBN dengan penarikan pinjaman, serta penggunaan SAL/SILPA.
“Jadi kalau dalam tahun berjalan, misalnya bulan Februari bulan Maret ataupun bulan Mei Juni, ada penerbitan SBN, ada pelaksanaan pinjaman, ini artinya bukan Pemerintah itu melakukannya secara sporadis, tapi tentu dalam satu kerangka rencana APBN satu tahun,” kata Rico dalam konfrensi pers virtualnya, Senin (13/12/2021).
Di tengah tantangan pasar keuangan dan pembiayaan tahun 2022, Riko melihat peluang dan faktor pendukung pembiayaan, salah satunya adalah APBN yang semakin berkinerja baik ditunjang penerimaan yang tumbuh dan belanja yang optimal.
“Dengan hal-hal tersebut, maka kita melakukan pembiayaan utang dengan strategi dan mitigasi risiko yang sangat terukur, dimana tadi yang pertama adalah fleksibilitas pembiayaan, kemudian penyesuaian target dan timing lelang, optimalisasi penerbitan SBN ritel, optimalisasi pembiayaan non-utang, melanjutkan koordinasi dengan BI dan otoritas terkait, dan tentunya seperti yang kita harapkan adanya potensi pengurangan pembiayaan”, ungkapnya.