Suara.com - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mendukung hadirnya inovasi yang transformatif dalam dunia riset di bidang kesehatan dan lingkungan melalui perspektif pengurangan risiko (harm reduction).
Program Kampus Merdeka yang diluncurkan pada 2020 lalu dapat menjadi penggerak untuk melahirkan inovasi-inovasi pengurangan risiko di kedua bidang tersebut.
“Program Kampus Merdeka mendorong mahasiswa untuk melihat dan mengalami situasi di luar kampus serta mencari cara untuk mengatasi tantangan riil di masyarakat,” kata Nadiem dalam webinar yang diselenggarakan Center for Healthcare Policy and Reform Studies (CHAPTERS) ditulis, Senin (13/12/2021).
Menurut Nadiem, agar dapat memitigasi risiko di masa depan, kita harus menciptakan inovasi yang tidak hanya mengandung unsur kebaruan tapi juga menggerakkan perubahan.
Baca Juga: Kampus Merdeka, Idealita atau Utopia?
“Sebagai contoh misalnya ada inovasi yang berfokus pada efektifitas daur ulang sampah, pengurangan bahaya tembakau, dan berbagai upaya baru untuk mengedepankan sanitasi dan kesehatan masyarakat,” ungkap Nadiem.
Permasalahan kesehatan maupun lingkungan cenderung membawa risiko yang besar namun terkadang terlewat dari perhatian masyarakat, termasuk kalangan akademisi.
Agar civitas akademika semakin terdorong melakukan riset, Nadiem mengungkapkan kementeriannya juga memperkuat ekosistem di ruang lingkup perguruan tinggi.
Salah satunya dengan mendorong kerja sama antara dunia pendidikan dan industri melalui program joint research.
“Melalui platform Kedaireka, perguruan tinggi bertemu perusahaan lalu berkolaborasi menghadirkan inovasi yang menjawab tantangan dunia nyata dengan dukungan matching fund dari Kemendikbudristek,” ujarnya.
Baca Juga: Ini Tantangan Penerapan Kampus Merdeka Di Tengah Situasi Pandemi Covid-19
Dengan demikian, perguruan tinggi diharapkan akan berperan aktif dalam upaya mengurangi risiko dari sejumlah isu yang tengah dihadapi saat ini dan masa mendatang. Nadiem optimis Program Kampus Merdeka akan melahirkan inovasi-inovasi kreatif.
“Mari kita menggerakkan perubahan dengan sama-sama mewujudkan Merdeka Belajar Kampus Merdeka,” tegasnya.
Pembicara lain yang hadir dalam webinar tersebut juga menjabarkan soal pentingnya kajian pengurangan risiko di bidang kesehatan dan lingkungan Prof (Ris) Dr Endang Sukara pakar Life Science dan Guru Besar UNAS menjelaskan, inovasi serta penelitian di bidang bioteknologi harus lebih banyak didorong oleh universitas karena berpotensi besar mengurangi risiko Kesehatan dan lingkungan.
“Dalam konteks pengurangan bahaya lingkungan, riset trans atau meta disiplin dapat menjadi awal solusi penyelesaian masalah lingkungan”, paparnya.
Selain itu, mantan Direktur Kebijakan Penelitian dan Kerja Sama Badan Kesehatan Dunia, Profesor Tikki Pangestu menerangkan persepsi lain terkait pengurangan risiko sehubungan dengan penguran risiko tembakau.
Dalam paparannya Tikki menyebutkan rokok sebagai salah satu permasalahan kesehatan akut yang harus segera diselesaikan melalui produk inovasi yang menerapkan konsep pengurangan risiko. Sebab, jumlah perokok di Indonesia telah mencapai 65 juta.
“Apakah ada inovasi baru untuk turunkan prevalensi? Jawabannya ada. Produk tembakau alternatif untuk mengatasi epidemi merokok,” ungkap Tikki.
Tikki meneruskan, produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan, rokok elektrik, maupun snus, telah menerapkan konsep pengurangan risiko. Produk-produk tersebut mampu meminimalisasi risiko hingga 90 persen-95 persen. Namun, karena minimnya riset mengenai hal ini di Indonesia menyebabkan banyak pihak belum mengetahuinya.
Dengan menggerakan riset, hasil dari kajian tersebut nantinya dapat menjadi acuan bagi para pembuat kebijakan dalam merumuskan suatu aturan.
"Isu ini sangat sensitif sehingga harus didorong dengan banyak penelitian di bidang ini. Penelitian adalah bagian integral untuk mencari solusi demi permasalahan kesehatan,” ujar Tikki.