Suara.com - Ibu kota baru yang lokasinya ditetapkan di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara, yakni Kecamatan Sepaku membuat investasi di wilayah itu naik signifikan.
"Investor atau pemilik modal mulai berdatangan setelah Sepaku ditetapkan lokasi IKN pada 2019," ujar Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Kabupaten Penajam Paser Utara, Alimuddin.
Sepaku yang ditetapkan sebagai lokasi ibu kota negara yang baru membuat para pengusaha semakin tertarik berinvestasi di daerah itu.
Ia mengungkapkan, selama dua tahun terakhir banyak pemilik modal yang masuk ke wilayah Penajam Paser Utara meski jumlahnya tentatif karena ada yang perizinannya di pemerintah pusat dan daerah hanya mengawasi.
Baca Juga: National Investor Summit KSPM FEB UI Dihadiri Banyak Pembicara Berbagai Instansi
Investor yang menanamkan modalnya di Kabupaten Penajam Paser Utara dua tahun terakhir mencapai lebih kurang Rp300 miliar mencakup sektor perkebunan, batu bara, jasa pelabuhan, hingga pengembang perumahan.
Penetapan wilayah Sepaku menjadi lokasi ibu kota negara Indonesia yang baru menurut Alimuddin, menyedot perhatian para pengusaha (insvestor/pemilik modal) untuk berinvestasi atau menanamkan modal usaha di wilayah Penajam Paser Utara.
"Investasi di sektor jasa pelabuhan juga mulai masuk Kabupaten Penajam Paser Utara, untuk mendukung pembangunan ibu kota negara baru termasuk sebagai jalur penyuplai material," ucapnya.
Masuknya investasi ke Kabupaten Penajam Paser Utara secara otomatis bakal berdampak pada peningkatan PAD (pendapatan asli daerah) dari sektor pajak maupun retribusi.
Selain pendapatan dari dana bagi hasil atau DBH Migas jelas dia, pemerintah kabupaten akan mendapatkan keuntungan dari sektor pajak seperti IMB (izin mendirikan bangunan), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), serta retribusi.
Baca Juga: Pembangunan Bendungan Sepaku-Semoi untuk IKN Baru 30 Persen, Telan Biaya Rp 676,726 Miliar
Namun target nilai investasi yang masuk ke wilayah Penajam Paser Utara pada 2021 lebih kurang R360 miliar lanjut ia, sampai saat ini baru terealisasi atau mencapai angka sekitar Rp225 miliar.
"Belum tercapainya target investasi disebabkan masih banyak perusahaan yang terdampak akibat kondisi pandemi COVID-19, dan tidak hanya ada yang masuk tapi juga ada perusahaan yang berhenti beroperasi," kata Alimuddin.