Suara.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memperkirakan Rancangan Undang-Undang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (RUU HKPD) akan meningkatkan penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) sebesar Rp 30,1 triliun.
Dengan demikian, lanjut dia, PDRD bagi kabupaten/kota diprediksikan dapat meningkat dari Rp 61,2 triliun menjadi Rp 91,3 triliun atau naik hingga 50 persen.
Ia juga mengatakan, pemerintah pusat memahami bahwa aspirasi pemerintah daerah selaku pemangku kebijakan utama perlu didengarkan dan menjadi pertimbangan penting dalam pembahasan RUU HKPD.
Oleh karenanya, pemerintah telah melaksanakan serangkaian kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dengan berbagai kalangan, termasuk para akademisi, dan pemerintahan daerah sejak penyusunan naskah akademis RUU dimaksud.
Baca Juga: Kunker Komisi XI ke Malang: Serap RUU Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah
“Selaras dengan hal tersebut, dalam pembahasan di Panja RUU di DPR, juga terdapat berbagai masukan dan usulan dari fraksi-fraksi dan anggota Panja DPR yang muncul dari penyerapan aspirasi dari masyarakat, akademisi dan pemerintahan daerah baik itu yang diperoleh pada saat rapat dengar pendapat bersama akademisi dan asosiasi pemerintah daerah, maupun pada saat kunjungan kerja yang dilakukan bersama antara DPR dan Pemerintah untuk bertemu secara langsung dengan Kepala Daerah dan DPRD,” kata Sri Mulyani saat rapat Paripurna DPR RI, Selasa (7/12/2021).
Ia menyebut, melalui diskusi dan pembahasan yang sangat konstruktif, maka pemerintah dan Panja RUU DPR telah menyepakati substansi RUU yang memenuhi kepentingan bersama untuk melaksanakan perbaikan kualitas desentralisasi fiskal dengan tetap memperhatikan aspirasi dan masukan dari berbagai pihak.
“Oleh karenanya, pada kesempatan yang sangat baik ini, Pemerintah menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada para pimpinan dan anggota DPR yang telah membahas dan menyepakati RUU ini,” kata Menkeu.
Indrawati mengatakan RUU HKPD bukan bertujuan untuk resentralisasi, melainkan untuk menguatkan peran dan tanggung jawab daerah dalam mewujudkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat.
“Sebagai alat untuk mencapai tujuan bernegara yakni memajukan kesejahteraan umum, pelaksanaan otonomi daerah yang dilakukan melalui penyerahan sebagian urusan pemerintahan konkuren kepada daerah dan telah diikuti dengan pelaksanaan desentralisasi fiskal melalui pemberian sumber-sumber pendanaan sebagai aspek input kepada daerah secara efisien, adil dan selaras dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara,” kata Sri Mulyani.
Baca Juga: Kunker ke Sumut, Komisi XI Serap Aspirasi RUU HKPD
Dalam tataran intergovernmental transfer, Sri Mulyani mengatakan, kebijakan desentralisasi fiskal dirancang secara komprehensif dimana pendapatan daerah sendiri atau Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Bagi Hasil (DBH) ditambah Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) serta komponen Transfer ke Daerah (TKD) lainnya akan saling berkaitan dan melengkapi.
Tidak bisa dipungkiri, pendapatan daerah sendiri akan menjadi sumber pendanaan signifikan bagi beberapa daerah, namun cenderung berpotensi untuk menciptakan disparitas antar daerah karena tidak semua pemda mempunyai potensi yang seimbang.
Dalam konteks inilah, menurutnya, DAU mempunyai peran yang sangat signifikan untuk mengurangi ketimpangan dan sekaligus mendukung kecukupan pendanaan pelaksanaan atas urusan-urusan yang telah diserahkan kepada daerah.
Namun hal tersebut, ungkap Sri Mulyani masih belum lengkap karena terdapat berbagai urusan daerah yang perlu mendapat dukungan tambahan karena menjadi prioritas nasional sehingga dialokasikan melalui DAK.
Dia menekankan, untuk mencapai hasil yang optimal maka aspek proses perlu terus ditingkatkan kualitasnya. Hal ini dilakukan melalui pengelolaan belanja daerah yang berkualitas dan bersinergi.