Suara.com - Hingga kini, situs Bongal, Tapanuli Tengah belum ditetapkan sebagai cagar budaya sehingga warga berniat membangun museum secara swadaya.
Hal ini bukan karena alasan sembarangan. Lokasi itu sudah terkenal sebagai salah satu spot berburu harta karun karena kerap ditemukan benda-benda peninggalan kerajaan Sriwijaya hingga berbagai kerajaan dunia terdahulu.
Salah satu sosok yang cukup mengenal lokasi ini adalah Hasmiran Tanjung. Saat ditemui BBC Indonesia, Hasmiran nampak tengah mengangkat ember berisi pecahan gerabah, keramik, gelas-gelas, patung kayu, batu-batuan, koin sarat sejarah masa lampau.
Hasmiran adalah pegiat situs sejarah di Jago-jago, Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah. Desa yang menjadi pusat perhatian berkat penemuan koin-koin kuno yang diperkirakan berasal dari masa dinasti Umayyah dan Abbasiyah pada abad keenam Masehi.
Baca Juga: Anggota Polisi di Sumut Dilaporkan Istri, Dituding Selingkuh dan KDRT
"Booming tahun 2015. [Jenis batunya] kalsedon yang warna merah-merah pantai," kata Hasmiran yang sekarang turut berburu harta karun di antara kanal-kanal kebun kelapa sawit yang kurang terawat.
Warga yang memburu harta karun memilih menyelam guna mendapatkan hasil yang diharapkan. Mereka menyelam di kanal dengan kedalaman satu hingga tiga meter bermodal sekop dan ember.
Hasmiran setidaknya sudah mendapatkan empat koin dari hasil kerja kerasnya. Semuanya telah ludes terjual.
"[Harga koin] yang pertama ditemukan murah-murah, ada yang seratus ribu ada yang tiga ratus ribu, karena tak tahu. Setelah tim arkeolog turun barulah tahu," kata dia kepada Hilman Hamdoni yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Ia yang semakin tertarik dengan temuannya lantas tertarik untuk turut serta dalam forum-forum barang antik di media sosial hingga ilmu yang ia asah semakin membuat wawasannya luas.
Baca Juga: Penumpang Kapal di Pelabuhan Sibolga Harus Tunjukkan Kartu Vaksin Covid-19
"Kadang-kadang jumpa juga dengan orang Palembang, kutunjukkan ini [artefak] dari Tap-Teng [Tapanuli Tengah] dari zaman Khalifah Abbasiyah. Kalau dia kan Zaman Sriwijaya. Manik-maniknya sama dengan yang ada di sini," kata dia.
Melalui forum daring, ia tida hanya belajar ;harga' dari harta karun yang sesungguhnya namun juga mendapatkan kenalan untuk menjual hasil temuannya, yang beberapa diantaranya politisi dari ibu kota.
"Awalnya Pak Siregar, dia juga penyelamat situs ini, berkebun di sana. Membuat parit untuk drainase kebun. Di situ ada koin, butiran, serbu [emas]," kata Hasmiran.
Meski mulai ramai berburu harta karun, warga hanya memilih temuan yang memiliki kandungan emas atau memiliki nilai ekonomi.
"Walaupun koin, kalau tak ada kandungan emasnya ya dibuang," ujarnya. Namun demikian, beberapa diantaranya ia amankan agar bisa dipelajari nantinya.
Situs ini berada tidak jauh dari Kota Sibolga. Tepatnya berada di antara perkebunan karet, kelapa sawit, dan nipah milik warga.
Diapit Bukit Bongal, muara, dan lautan, situs ini memiliki tanah yang labil. Lubang yang sebelumnya sudah digali warga tak jarang terkubur sendiri karena erosi.
Tak ada aturan resmi yang melarang penambangan dan pencarian harta karun. Tapi warga luar desa sekarang sudah dilarang sama sekali untuk datang. Hanya warga sekitar sajalah yang masih bisa bolak-balik masuk ke situs. Warga juga tengah berinisiatif untuk membuat museum secara swadaya terlepas dari pemerintah.