Suara.com - Bagi para nelayan tradisional yang berada di pesisir Delta Mahakam, ada tiga tantangan utama yang kerap dihadapi, yakni kondisi geografis dan alam, praktek perikanan yang tidak ramah lingkungan, dan faktor ketidakberdayaan nelayan.
Ketiga hal itu kerap menyebabkan ekonomi mereka sulit berkembang. Sebagai perusahaan yang juga beroperasi di wilayah Delta Mahakam, PHM telah mengidentifikasi hal-hal tersebut, sehingga untuk membantu mengatasinya, diluncurkanlah program Nelayanku Hebat pada tahun 2018.
Program Nelayanku Hebat dibentuk sebagai upaya Pertamina Hulu Mahakam (PHM) dalam mendukung kemajuan nelayan pesisir melalui peningkatan peran nelayan dalam perlindungan lingkungan, peningkatan kapasitas nelayan dan dukungan fasilitas akses pemasaran hasil penangkapan.
Program Nelayanku Hebat mendapatkan dukungan penuh dari Bupati Kutai Kartanegara, Edi Darmansyah, saat beliau mengunjungi desa Muara Pantuan, di Kecamatan Anggana, dalam rangka memantau efektifitas alat bantu tangkap ikan nelayan binaan PHM pada Februari lalu.
Baca Juga: Petani Maju 4.0 Pertamina Hulu Mahakam Sedot Perhatian Milenial di Bidang Pertanian
Bupati menyambut baik pelaksanaan program ini dan berharap dapat meningkatkan kesejahteraan para nelayan.
Dalam menjalankan program ini, PHM berkolaborasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kutai Kartanegara. Sinergi dilakukan dalam menentukan titik-titik rumpon yang menjadi area para nelayan mencari ikan. Titik-titik yang diidentifikasi telah dipastikan aman dari kegiatan operasi hulu migas. Sehingga keberadaan berbagai instalasi produksi migas PHM, yang termasuk kategori Objek Vital Nasional (OBVITNAS), ikut terjaga.
“Kami juga diajarkan oleh PHM bagaimana caranya menggunakan teknologi GPS dan Fishfinder, yang menjadi informasi lokasi titik rumpon kami, sehingga kami tidak perlu lagi boros fuel (BBM) untuk berkeliling mencari titik rumpon, terutama ketika penanda rumpon kami hilang,” kata Azis ditulis Sabtu (4/12/2021).
Selain GPS & Fishfinder, PHM juga memperkenalkan penggunaan tenaga listrik alternatif Solar Cell, melalui kegiatan ini, nelayan dapat dengan mudah mengisi daya baterai GPS dan listrik di kapal.
“Melalui program Nelayanku Hebat ini PHM mendorong kemajuan nelayan pesisir dari sisi ekonomi, lingkungan dan kehidupan sosial, sekaligus mengamankan berbagai instalasi produksi,” jelas Frans Alexander A Hukom, Head of Communication, Relations & CID PHM.
Baca Juga: Cuaca Ekstrem, Enam Kelompok Nelayan Hilang Kontak di Natuna
Nelayan kini tidak perlu hilir mudik mencari ikan, sehingga dapat menghemat biaya bahan bakar hingga 30%. Aziz, seorang warga desa Muara Pantuan yang berprofesi sebagai nelayan lebih dari 30 tahun, merasakan manfaat program Nelayanku Hebat.
“Buat saya yang terpenting adalah biaya bahan bakar minyak turun sejak dapat bantuan PHM. Mencari ikan juga menjadi lebih jelas titiknya, karena di rumpon ada banyak ikan,” katanya.
Memancing ikan di rumpon ini meningkatkan penghasilan rata-rata nelayan kecil setiap tahunnya. Di luar itu, dalam sebulan para nelayan bisa dua kali meminjamkan perahunya untuk para pemancing di rumpon dengan pendapatan sekitar Rp 1,5 juta/trip.
Sebelum program ini diluncurkan, para nelayan setempat umumnya menangkap ikan menggunakan pukat tarik/trawl yang tidak ramah lingkungan.
“Kini, sebagian nelayan telah beralih ke alat pancing dengan memanfaatkan rumpon yang ramah lingkungan,” ungkap Frans.
Rumpon yang dipergunakan dibuat dari besi, bambu, daun kelapa, dan tidak lagi menggunakan dahan dan batang dari tanaman mangrove seperti dulu. Pemilihan bahan alternatif untuk rumpon itu merupakan upaya PHM dalam menjaga kelestarian hutan mangrove di pesisir Delta Mahakam.
PHM juga memberi jalan keluar bagi para nelayan itu agar tetap produktif saat kondisi paceklik, salah satunya dengan membantu menyediakan fasilitas perbaikan kapal secara mandiri.
“Kehadiran bengkel kapal dapat mengatasi masalah produktivitas nelayan saat cuaca buruk dan tidak bisa melaut,” tambah Frans.
Untuk pemeliharan mesin-mesin kapal, sebanyak 6 kelompok nelayan telah dibekali kemampuan untuk memperbaiki kapal secara mandiri. Bengkel itu juga memberdayakan dua warga penyandang disabilitas sebagai tenaga mekanik.
“Sekarang saya tidak perlu menempuh perjalanan sekitar 3 jam ke Samarinda untuk memperbaiki kapal,” ungkap H. Aziz.
Dengan beroperasinya bengkel nelayan pesisir ini, setiap kelompok nelayan dapat menghemat biaya perawatan kapal senilai Rp 4 juta per tahun. Sehingga, kehadiran bengkel nelayan di Desa Muara Pantuan sangat disambut baik.
Selain itu, kaum perempuan diwilayah ini juga diajak produktif melalui aktivitas produksi makanan olahan, termasuk pemanfaatan hasil tangkap yang sebelumnya dianggap tidak bernilai ekonomi.
Bila dulu kepala udang dan ikan-ikan kecil dibuang begitu saja sebagai limbah, maka kini dapat diolah menjadi 15 produk Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) olahan seperti: petis bubuk, kaldu udang bubuk, terasi bubuk dll. yang memberikan penghasilan tambahan rata-rata Rp 9 juta/tahun.
“Kami berharap, dengan berbagai program pemberdayaan masyarakat yang kami lakukan, dalam beberapa tahun ke depan perekonomian Desa Muara Pantuan akan jauh lebih baik,” kata Frans.