Suara.com - Potensi pertanian di Sangasanga, Kalimantan Timur, cukup melimpah. Pada tahun 2009 berdasarkan data BPS Kutai Kartanegara, luas panen di Sangasanga mencapai ± 312 Ha. Akan tetapi di tahun 2019 lahan pertanian di Sangasanga mulai menurun menjadi ± 161,5 Ha.
Penyebab adanya penurunan dari pertanian ini ialah minimnya ketertarikan masyarakat sekitar untuk berkegiatan bertani karena di rasa tidak memiliki keberlanjutan yang pasti pada segi ekonomi.
Meskipun begitu, Sutrimo dan anggotanya di Kelompok Setaria selalu optimis bahwa pertanian merupakan salah satu gudang emas untuk mencapai kesuksesan.
Melihat adanya potensi pengembangan sektor pertanian ini, PT Pertamina EP Sangasanga Field bersinergi dengan Kelompok Setaria untuk mengembangkan sektor pertanian secara terpadu dengan sistem ekonomi sirkular dan ramah lingkungan sehingga memiliki keberlanjutan.
Baca Juga: Petani Maju 4.0 Pertamina Hulu Mahakam Sedot Perhatian Milenial di Bidang Pertanian
Dari hasil diskusi inilah kemudian tercipta program tani terpadu sistem inovasi sosial kelompok setaria (TANTE SISKA).
Agar program dapat mencapai target sasaran yang tepat maka perencanaan program ini disusun secara bottom up yakni dengan inisiasi dari anggota kelompok terkait kebutuhan pengembangan yang mereka perlukan untuk mengembangkan sektor pertanian, serta melibatkan stakeholder setempat untuk merumuskan skala prioritas dari kegiatan yang akan dilakukan.
Kegiatan yang terlaksana mencakup pada peningkatan kapabilitas anggota, optimalisasi proses produksi, transformasi ramah lingkungan dan pengembangan produk turunan dari hasil kegiatan pertanian kelompok setaria.
Program tante siska ini merupakan pertanian terpadu dengan sistem ekonomi sirkular yang ramah lingkungan. Pada pelaksanaannya, program tante siska memiliki skema produksi pertanian dimana disetiap tahapan pelaksanaannya saling terintegrasi satu sama lain. Adapun skema produksi ini terbagi dalam 4 tahapan yakni peternakan, produksi pupuk, pertanian, dan pengembangan.
Salah satu contoh pelaksanaan integrasi skema pertanian ini ialah dari kegiatan peternakan sapi yang menghasilkan kotoran sapi, diolah menjadi pupuk organik yang selain diperjualkan juga dimanfaatkan oleh kelompok di lahan pertaniannya.
Baca Juga: Enam Eksportir Sarang Burung Walet asal Indonesia Siap Gempur Pasar China
Salah satu hasil pertanian kelompok setaria ialah sereh wangi, sereh wangi ini dapat dimanfaatkan untuk bahan pembuatan minyak atsiri yang pengolahannya dilakukan dengan cara disuling, limbah batang sereh wangi sisa pengulingan digunakan sebagai pakan ternak sapi. Maka, dalam pelaksanaan kegiatan pertanian ini tidak ada limbah yang terbuang (zero waste).
Selain melakukan pendampingan dalam mengembangkan pertanian terpadu sistem ekonomi sirkular, PT Pertamina EP Sangasanga Field juga memberikan transfer pengetahuan dari pekerja kepada anggota kelompok setaria dalam memproses pembakaran sekam. Beberapa tahun silam, kelompok setaria melakukan pembakaran sekam dengan cara manual yang tentunya menimbulkan pencemaran udara dan resiko kebarakan.
Untuk meminimalisir hal – hal yang tidak diinginkan, pekerja Pertamina EP dari fungsi RAM merancang satu alat yang diberi nama DAMKAR “Destilasi Asap Sekam Bakar” dimana alat tersebut dapat mengubah asap pembakaran sekam menjadi cair. Kini hasil cairan asap sekam ini pun dimanfaatkan oleh kelompok sebagai campuran pupuk cair dan disinfektan kandang sapi. Adanya alat damkar ini menjadi pembeda bagi kelompok setaria dengan kelompok – kelompok pertanian lain yang ada di Sangasanga bahkan di Kalimantan Timur.
Meskipun saat ini kelompok Setaria dapat dikatakan sebagai salah satu kelompok tani yang maju, Sutrimo sebagai ketua kelompok setaria selalu berprinsip bahwa berkembang sendiri tidak memiliki arti apa – apa apabila tidak dapat berguna bagi lingkungan sekitar.
Maka dari itu ia dan anggota kelompok Setaria yang lain selalu berusaha untuk menyebarluaskan ilmu yang mereka peroleh kepada sesama kelompok tani lain, sehingga dapat berkembang dan memajukan Sangasanga hingga Kutai Kartanegara.
Bahkan, beberapa kali kelompok Setaria diundang sebagai narasumber, salah satu kegiatan terbaru yang pernah dihadiri ialah Forum TJS KKKS yang diadakan oleh SKK Migas. Pada acara tersebut Sutrimo berbagi ilmunya dalam mengembangkan kelompok Setaria melalui program tante siska.
Program Tante Siska memberikan dampak yang signifikan baik dalam segi lingkungan, ekonomi, maupun sosial. Pada aspek lingkungan, program ini telah memanfaatkan lahan seluas 1,61 Ha dan mengurangi emisi CO2 dari hasil pembakaran sekam menggunakan alat damkar sebanyak 7,76 ton CO2 eq/tahun.
Pada aspek ekonomi, perhitungan pendapatan kelompok periode bulan januari hingga oktober tahun 2021 mencapai Rp 328.144.000 dan penghematan pembelian pupuk karena memproduksi sendiri dengan nilai Rp 48.300.000/tahun. Program tante siska telah memberikan manfaat secara langsung baik peningkatan pendapatan maupun peningkatan pengetahuan yakni pada anggota kelompok sejumlah 16 orang, penerima manfaat tidak langsung 677 orang dan telah memberikan replikasi pengetahuan pada 6 kelompok tani lain.