Suara.com - Sejumlah kalangan menyatakan kenaikan cukai rokok tahun 2022 yang ideal adalah di bawah 10 persen. Kenaikan cukai sebesar ini dipercaya mampu memenuhi keseimbangan empat faktor yang selama ini menjadi pertimbangan pemerintah yakni pengendalian konsumsi, pemberantasan rokok ilegal, tenaga kerja, dan penerimaan negara.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad baru-baru ini menyatakan kondisi pandemi COVID-19 belum stabil dan masih membebani daya beli masyarakat yang berpotensi menekan produksi.
“Kenaikan 9%-10% cukup moderat, bahkan bisa lebih rendah,” ungkap Tauhid ditulis Jumat (3/12/2021).
Menurut Tauhid, angka tersebut telah mencakup asumsi pertumbuhan ekonomi dan inflasi tahun depan. Pemerintah telah menetapkan target pertumbuhan ekonomi tahun 2022 sebesar 5,2%-5,8% dengan inflasi tahunan sebesar 3%. Situasi ini semakin diperkuat oleh data yang memperlihatkan bahwa tingkat prevalensi rokok juga berada dalam tren penurunan.
Baca Juga: Ratusan Buruh Pabrik Tembakau di Kota Jogja Terima BLT, Segini Nominalnya
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menyatakan cukai rokok sudah mengalami kenaikan signifikan dalam rentang 2017-2019.
“Kalau dari sisi industri, kami khawatir muncul rokok-rokok ilegal karena cukai yang cukup tinggi. Otoritas fiskal perlu melihat juga keseimbangan industri dari sisi risiko munculnya rokok ilegal,” kata Hariyadi.
Keberadaan rokok ilegal selama ini telah menjadi perhatian serius pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan. Pemerintah menargetkan tingkat peredaran rokok ilegal dapat ditekan hingga angka 3%. Penurunan rokok ilegal tersebut diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap peningkatan penerimaan negara dari cukai yang tahun depan ditargetkan sebesar Rp 203,9 triliun.
Sejatinya situasi yang belum kondusif seperti saat ini menjadi pertimbangan Pemerintah untuk tidak gegabah dalam mengambil keputusan. Penerimaan negara pada akhirnya menjadi ujung tombak namun impact terhadap kalangan akar rumput juga perlu menjadi perhatian serius Pemerintah.
Ekonom UI Eugenia Mardanugraha mengungkapkan, di masa pandemi ini negara memang membutuhkan penerimaan untuk mendukung berbagai program pemulihan ekonomi nasional. Namun, pemerintah semestinya jangan fokus pada penerimaan saja, karena kenaikan cukai berapapun besarannya tidak akan membantu untuk menutupi defisit akibat resesi ekonomi yang sebabkan pandemi.
Baca Juga: Bea Cukai Kudus Ungkap Penjualan Rokok Ilegal, Modusnya Bikin Geleng-geleng
“Fokusnya jangan pada kenaikan cukai. Kenaikan cukai rokok seharusnya tidak hanya soal penerimaan saja, tapi utamanya soal implikasi pada pekerja dan petani harus diperhatikan,” pungkasnya.