Suara.com - Seiring berkembangnya teknologi transportasi, Pesawat Udara Tanpa Awak (PUTA) menjadi alternatif moda transportasi udara yang sangat menarik untuk dikembangkan dan dioperasikan karena dinilai lebih cepat, murah, efisien dan ramah lingkungan. Pesawat Udara Tanpa Awak (PUTA) biasa disebut juga drone.
Dalam pengoperasian PUTA harus tetap mengutamakan aspek keselamatan, sehingga Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU) menyatakan bahwa pengoperasian drone komersial tersebut harus melalui proses sertifikasi dan validasi yang sangat ketat.
Dijelaskan oleh Kepala Sub Direktorat Sertifikasi Pesawat Udara DKPPU, Agustinus Budi Hartono, bahwa regulator, dalam hal ini Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub, selalu berusaha mengakomodir pengoperasian PUTA, sebagai respon terhadap perkembangan teknologi transportasi udara yang saat ini tumbuh sangat cepat.
Sebagai bentuk keseriusan pemerintah dalam mengatur pegoperasian PUTA, peraturan terkait PUTA tersebut telah dimasukkan ke dalam Undang-Undang Cipta Kerja dan PP 32 Tahun 2020.
Baca Juga: Ada Virus Varian Baru, Akses Masuk Pelabuhan dan Pos Lintas Darat Diperketat
"Akan tetapi apabila Pesawat Udara Tanpa Awak ingin dioperasikan secara komersial, kita harus mengacu aturan Internasional yang ada pada ICAO (International Civil Aviation Organization) yang sangat mengutamakan aspek keselamatan dan keamanan. Jika ada operator di dalam dan luar negeri ingin mengoperasikan Pesawat Udara Tanpa Awak secara komersial, dimana akan dioperasikan di wilayah udara Indonesia maka kami siap untuk melakukan proses sertifikasi dan validasi secara ketat sesuai aturan yang ada," kata Agustinus ditulis Selasa (30/11/2021).
Terkait demo flight PUTA milik PT. Prestisius Aviasi Indonesia dengan jenis Ehang 216 belum lama ini, ia menjelaskan bahwa demo flight tersebut dilaksanakan setelah Kemenhub melakukan assessment selama delapan bulan terhadap pesawat udara Ehang 216, personil yang mengoperasikan, dan lokasi yang digunakan. Hasil assessment tersebut menjadi rekomendasi kepada operator untuk pelaksanan demo flight tersebut.
Agustinus juga menegaskan bahwa walaupun telah melaksanakan demo flight, Ehang 216 tidak secara otomatis diijinkan untuk melakukan penerbangan secara komersial. Hal ini berkaitan dengan masih adanya beberapa ketentuan yang harus dipenuhi, sesuai regulasi yang ada, sebelum PUTA tersebut dapat dioperasikan secara komersial.
"Yang kami sertifikasi tidak hanya dari sisi pesawatnya saja. Kita juga harus mempertimbangkan dan melakukan validasi dari sisi ruang udara, keamanan, lisensi pilot, termasuk organisasi yang nanti akan melakukan mengoperasikannya. Selain itu, masih ada hal teknis lainnya yang harus dipenuhi oleh Pabrikan Pesawat Ehang 216 dan kami juga sangat memperhatikan masalah safety dan kelaikudaran dari PUTA," katanya.
Seperti yang diketahui, akhir pekan lalu Ehang 216 telah sukses melaksanakan demo flight di di Pantai Tegal Besar Klungkung, Bali. Dilansir dari laman resminya, disebutkan bahwa Ehang 216 sebagai Autonomous Aerial Vehicle (AAV) dengan teknologi otomatisasi yang dapat menampung dua penumpang. Ehang 216 juga bisa melakukan vertical take-off and landing (VTOL), dimana PUTA ini nantinya bisa mengantar penumpang di area perkotaan dengan memanfaatkan jaringan internet 4G dan 5G dan dikendalikan oleh pilot di darat.
Baca Juga: Taksi Terbang EHang 216 Mengudara di Bali, Digadang-gadang Jadi Kendaraan Modern
PUTA ini mampu mengangkat beban hingga 220 kilogram dan dapat melaju dengan kecepatan maksimal 130 km/jam dengan ukuran lebar pesawat 5,6 meter, tinggi 1,7 meter, dan dibekali 16 baling-baling yang terletak pada 8 lengan yang dapat dilipat.