Suara.com - Bank Indonesia (BI) telah memiliki strategi untuk mengamankan data digital setiap nasabah di sistem pembayaran nasional terhadap ancaman siber. Ancaman siber merupakan risiko paling besar dalam proses digitalisasi di sistem pembayaran.
Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Retno Ponco Windarti mengatakan, salah satu caranya adalah dengan melakukan komunikasi intens dengan Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) dan Penyelenggara Infrastruktur Sistem Pembayaran (PIP)
Menurut Retno,dampak dari kebocoran data cukup fatal dan harus dibereskan secepat mungkin.
"Kita memberikan waktu maksimal satu jam dari kejadian harus lapor. Lalu, kita lakukan pembahasan, audit untuk mencari apa penyebab sebenarnya," ujar Retno webinar Digital Economic in Collaboration, The Importance of Cyber Security To Protect Financial Sector in The New Age pada Senin (29/11/2021).
Baca Juga: Digitalisasi Sektor Keuangan Bisa Picu Ancaman Siber Hingga Pencurian Data
Selain itu, Retno menuturkan, pihaknya juga akan memberikan sanksi pada PJP dan PIP yang teledor dalam melakukan kewajibannya.
Sehingga, keamanan digital menjadi salah satu faktor yang perlu diutamakan dalam industri jasa keuangan.
"Akhirnya kita juga bisa memberikan sanksi kalau memang pada level-level tertentu kejadian tersebut terjadi karena keteledoran dan tidak memenuhi ketentuan yang ada," katanya.
Dari sisi perbankan, Direktur Teknologi dan Operasional Bank DKI Amirul Wicaksono menyebut langkah-langkah untuk menangkal serangan siber salah satunya dengan pendekatan IT Security Cyber Architecture.
Dengan langkah tersebut, sejauh ini Bank DKI masih aman dari risiko serangan siber karena, bank memiliki regulasi yang ketat.
Baca Juga: Bos BI Beberkan Risiko-risiko yang Pengaruhi Perekonomian 2022
"Di bank ada regulasinya, seperti Peraturan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi (MRTI). Dari OJK juga selalu mengaudit fungsi mitigasi risiko dan fungsi untuk menangkal serangan siber," jelas dia.
Ia menambahkan, Bank DKI sudah mempunyai produk-produk digital, seperti mobile banking, kartu uang elektronik, server based, serta Mobile Point of Sale (MPOS) yang bertujuan untuk mendigitalisasi masyarakat menengah ke bawah.
"Kami punya agen bank yang ada di pasar atau komunitas masyarakat. Digitalisasinya disitu. Agen bank kami tempatkan di MPOS jadi bisa berfungsi sebagai mini ATM untuk bertransaksi dan bisa mendigitalisasikan uang kas diterima dan transkasinya digital," katanya.