Tren Energi Terbarukan, Pemerintah Tegaskan Tetap Berdayakan Industri Migas

M Nurhadi Suara.Com
Senin, 29 November 2021 | 11:11 WIB
Tren Energi Terbarukan, Pemerintah Tegaskan Tetap Berdayakan Industri Migas
Lapangan Migas Pangkah milik PGN Saka berhasil menambahkan produksi migas menjadi 13.000 BOEPD (Antara/HO-PGN)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan tidak akan meninggalkan industri hulu minyak dan gas bumi meski bergerak pada pengembangan energi terbarukan.

"Industri hulu migas, tidak akan serta merta ditinggalkan karena industri ini juga menjadi salah satu pilar ekonomi Indonesia," kata Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam IOG 2021 di Badung, Bali, Senin (29/11/2021).

Menurut Arifin, Indonesia sebagai salah satu negara pendukung karbon rendah berkomitmen untuk mencapai netralitas karbon pada 2060 atau lebih cepat juga sedang mengusahakan peningkatan pengembangan dan penggunaan energi terbarukan.

Pada masa transisi energi ini terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain masalah reability energi baru dan terbarukan yang memerlukan teknologi untuk menjaga intermittency.

Baca Juga: SKK Migas Gelar IOG 2021 untuk Capai Target Industri Hulu Migas

Menurut Arifin, peranan industri hulu migas yang rendah karbon diharapkan bisa menjadi energi pada masa transisi ini. Industri hulu migas yang rendah karbon merupakan visi dari industri fosil dalam era transisi ke depan.

Industri hulu migas memberikan efek berganda yang telah dirasakan sampai ke sektor-sektor pendukung.

"Kita melihat penggunaan kapasitas nasional di sektor hulu migas cukup besar, baik dari sisi prosentase maupun nilainya. Sebagai contoh, pada tahun 2020 penggunaan kapasitas nasional sebesar 57 persen dengan nilai pengadaan sekitar 2,54 miliar dolar AS," katanya.

Universitas Indonesia merilis hasil studi dampak kegiatan usaha hulu migas pada 2003-2017 yang menunjukkan bahwa efek berganda industri hulu migas terus meningkat.

Awal mulanya, industri hulu migas dibuat untuk menghasilkan manfaat berupa penerimaan negara secara maksimal, kemudian dikembangkan menjadi salah satu mesin penggerak kegiatan penunjangnya, seperti perbankan, perhotelan dan sebagainya.

Baca Juga: Jokowi: Pengembangan Ekonomi Hijau Harus Jadi Komitmen Bersama

Menteri Arifin mengungkapkan dalam perhitungan umum setiap investasi sebesar satu dolar AS menghasilkan dampak senilai 1,6 dolar AS yang dapat dinikmati oleh industri penunjangnya.

Selain memberikan dampak langsung, industri hulu migas terutama gas alam juga akan menjadi penyokong transisi energi di Indonesia.

Pemerintah Indonesia akan mengembangkan gas untuk menggantikan energi batu bara yang lebih banyak menghasilkan karbon dan meningkatkan konsumsi gas alam secara signifikan di masa depan.

"Lapangan-lapangan migas tetap perlu dikembangkan. Potensi yang ada juga harus digali untuk menjamin penyediaan energi di masa depan. Bahkan potensi lapangan-lapangan migas non konvensional juga harus digali, demi pemenuhan kebutuhan masa depan," pungkas Menteri Arifin.

Mengutip dari laporan Kementerian ESDM, cadangan gas alam di Indonesia mencapai 62,4 triliun kaki kubik dengan cadangan terbukti sebanyak 43,6 triliun kaki kubik.

Pemerintah beralasan menjadikan gas alam sebagai pendukung transisi energi karena mudah didistribusikan dan disimpan, serta rendah karbon.

Data The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menjelaskan, badan PBB untuk menilai ilmu terkait perubahan iklim, gas alam hanya menghasilkan 469 gram karbon dioksida per kilowatt jam (kWh).

Angka emisi itu lebih rendah dibandingkan batu bara yang mencapai 1.001 gram karbon dioksida per kWh dan minyak bumi sebesar 840 gram karbon dioksida per kWh.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI