Suara.com - Kebutuhan masyarakat akan air merupakan hal pokok yang tidak dapat diganti dengan benda lain, baik untuk keperluan minum, memasak, MCK maupun irigasi. Sementara itu, sarana yang dipergunakan dalam pengelolaan pada umumnya kurang memadai. Sebut saja di Desa Lokodidi, Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah (Sulteng).
Warga yang sebagian besar masyarakatnya itu bekerja sebagai nelayan harus mendorong gerobak untuk mengangkut air dari sebuah sumur berjarak sekitar 2 kilometer jauhnya. Itu dilakukan tiap hari, agar memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Namun, kegiatan yang memakan waktu itu tak perlu dilakukan lagi. Sebab, air bersih sudah mengalir di rumah-rumah warga berkat program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi (Pamsimas).
Tahun 2011 Desa Lokodidi memperoleh Program Pamsimas. Hasilnya, bangunan sarana air minum berupa bangunan pengambilan air baku (intake) dan saringan pasir lambat untuk menyaring air, serta keran dan hidran umum.
Baca Juga: Pamsimas Juga Libatkan Penyandang Disabilitas
Cerita di atas itu hanya satu dari ribuan desa di seluruh Indonesia yang telah mendapat Program Pamsimas. Desa-desa itu tersebar baik di pegunungan maupun pesisir, baik di pulau-pulau besar maupun kecil.
Sarana dan prasarana untuk mendapat air minum memang masih sangat diperlukan di berbagai pelosok perdesaan dan pinggiran kota di wilayah Indonesia. Banyak yang tidak memadai. Sanitasi pun masih buruk. Kondisi lingkungan dan kesehatan masyarakat kurang baik, sehingga memiliki dampak lanjutan terhadap tingkat perekonomian keluarga.
Program Pamsimas yang hadir sejak tahun 2008 ini merupakan skema atau model pembangunan air minum dan sanitasi perdesaan yang dilaksanakan dengan pendekatan berbasis masyarakat.
Kolaborasi antar Kementerian
Kegiatan itu diusung oleh Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat), Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
Baca Juga: Buka Rakornas Pamsimas III 2021, Menteri PUPR: Kalau Program Tak Berfungsi, Laporkan!
Kementerian PUPR, sebagai executing agency, memiliki kewenangan penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan infrastruktur yang terkait air dan sanitasi. Kementerian Kesehatan bertanggung jawab atas aspek-aspek yang berhubungan dengan peningkatan perilaku higienis dan pelayanan sanitasi.
Kementerian Dalam Negeri berperan aktif dalam hal pemberdayaan masyarakat dan pengembangan kelembagaan lokal. Kementerian Pembangunan Desa membina kader atau kelompok pengelola di perdesaan untuk menjamin keberlanjutan pengelolaan SPAMS desa yang berkualitas. Sedangkan Badan Perencanaan yang berhubungan dengan peningkatan perilaku higienis dan pelayanan sanitasi.
Kementerian Dalam Negeri berperan aktif dalam hal pemberdayaan masyarakat dan pengembangan kelembagaan lokal. Kementerian Pembangunan Desa membina kader atau kelompok pengelola di perdesaan untuk menjamin keberlanjutan pengelolaan SPAMS desa yang berkualitas. Sedangkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memiliki peran dalam perencanaan pengembangan air minum dan sanitasi secara lebih makro.
Disamping itu, terdapat pula Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL), lembaga yang khusus dibentuk dengan tujuan sebagai wadah komunikasi dan koordinasi agar pembangunan air minum dan sanitasi berjalan lebih baik.
Pokja AMPL Nasional terdiri atas 8 kementerian, yaitu Kementerian PUPR, Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Badan Pusat Statistik. Menggabungkan banyak pihak dan sumberdaya, Program Pamsimas mirip sebuah orkestra besar untuk menghasilkan simfoni yang indah.
Mirani Arlan
CPMU Pamsimas