Suara.com - Pemberitaan kapal asing yang ditangkap kemudian diajukan pembayaran masing-masing 300 ribu dolar AS atau setara Rp4,2 miliar kepada TNI Angkatan Laut (AL) agar dibebaskan dikhawatirkan berdampak secara ekonomi, selain juga tendensius dan mengganggu upaya penegakan hukum.
"Menurut pandangan kami ini berita yang tendensius, karena sumbernya tidak jelas dan dikutip media nasional sehingga membuat upaya penegakan hukum dalam kaitan hukum maritim dan kedaulatan perairan kita jadi terganggu dengan adanya berita tersebut," kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani dalam jumpa pers daring di Jakarta, Kamis (22/11/2021).
Lebih jauh ia menjelaskan, pemberitaan itu seolah menggambarkan praktik "pemerasan" di perairan Indonesia. Berita tersebut juga dinilai merusak citra TNI AL di mata internasional.
Menurutnya, kalangan dunia usaha sangat peduli terhadap isu kedaulatan maritim, semata agar penegakan hukum atas perairan Indonesia bisa dilaksanakan dengan konsisten. Penegakan hukum pun dinilai menjadi salah satu faktor penting dalam menjaga iklim investasi.
Baca Juga: Apindo Khawatir Kabar Kapal Asing Bayar Rp4,2 Miliar untuk Tebusan Ganggu Ekonomi
"Jangan sampai ini berimbas pada penegakan hukum yang akhirnya merugikan ekonomi kita," katanya.
Usai pemberitaan itu, ia menyebut, pihaknya segera berkoordinasi dengan TNI AL dan bekerja sama dengan jaringan internasional untuk mengecek faktanya.
Ia juga mengutip pernyataan perusahaan maskapai pelayaran berbasis di Yunani, Lastco Marine Management Inc, yang mengaku bahwa mereka memang pernah diinvestigasi TNI AL di Bintan. Namun setelah diperiksa, karena tidak ditemukan pelanggaran, akhirnya mereka dilepaskan.
"Di situ mereka buat pernyataan bahwa tidak ada unsur penalti, sanksi, atau apapun terkait yang dituduhkan di berita tersebut," kata dia.
Hariyadi menegaskan dunia usaha sepenuhnya mendukung penegakan hukum di Indonesia, baik itu di darat, laut, maupun udara.
Baca Juga: Ketua Apindo: Kenaikan Rp35 Ribu UMK di Batam Relevan, Pengusaha Tak Masalah
"Apabila ada kapal asing masuk yang tidak miliki perizinan sebagaimana ditentukan dalam hukum Indonesia dan hukum internasional, maka yang bersangkutan perlu ditindak," katanya.
Hariyadi pun mengimbau agar maskapai pelayaran internasional menghormati hukum dan kedaulatan perairan Indonesia. Jika kapal hendak bersandar atau melakukan labuh jangkar (anchoring), maka hendaknya dilakukan dengan cara resmi.
"Misal mau menurunkan muatan di Singapura, lalu menunggu arahan untuk berlayar ke wilayah lain, mereka lebih baik anchoring di tempat yang memang sudah ditentukan Pemerintah Indonesia sehingga tidak perlu ada pelanggaran dan friksi yang membuat fitnah dan berita tidak baik," pungkasnya.