Berbagai paket insentif tersebut menurut memang diperlukan guna menggenjot investasi. Beberapa KKKS mengaku sudah memiliki program pengembangan blok migas yang bisa hasilkan peningkatan produksi namun proyek tersebut belum ekonomis perlu insentif agar menjadi ekonomis.
Ketika proyek bisa dijalankan diharapkan bisa turut mengkerek kinerja produksi sehingga bisa ikut membantu dalam pencapaian target produksi migas tahun 2030 yakni minyak sebesar 1 Juta Barel Per Hari (BPH) dan minyak 12 Ribu Juta Kaki Kubik Per Hari (MMscfd).
Sementara itu, Mulyanto Anggota Komisi VII DPR RI menyatakan peningkatan produksi migas harus terus diupayakan. Hal itu selain untuk menjawab kebutuhan akan energi fosil yang tidak bisa dengan singkat menurun begitu saja namun juga bisa ada pengalihan penggunaan migas untuk sektor industri petrokimia.
Menurut dia untuk pasar domestik, sesuai rencana pemerintah dengan komitmen transisi energi adalah pengurangan penggunaan bbm di sektor transportasi dan pembangkit fosil (termasuk diesel). Targetnya net zero emision di tahun 2060.
Di pasar internasional, logikanya kurang lebih serupa. Artinya ada potensi penurunan demand nanti untuk minyak, namun demikan masih ada sektor petrokimia yang saat ini juga tengan digenjot pengembangannya oleh pemerintah.
"Industri petrokimia bisa menjadi peluang, sebagai produk turunan dari migas.Selain itu, demand migas untuk sektor industri manufaktur masih dimungkinkan sampai tahun 2060," kata Mulyanto.